Nationalgeographic.co.id—Pernahkah terbayangkan nama benda langit dinamai dengan nama seseorang? Dialah, Alhazen atau Ibnu al-Haytham, seorang ilmuwan muslim dari Basra (Irak) yang populer sejak abad ke-15.
Ibnu al-Haytham dikenang dunia sebagai orang pertama yang meletakkan dasar optik fisiologis, yang menyangkut prinsip optik mata dan penglihatan. Kehebatannya telah diakui, tak hanya di dunia Islam, tapi juga dunia Barat, utamanya di bidang keilmuan.
Beragam pemikirannya telah mengilhami sejumlah ilmuwan kontemporer, hingga karyanya dikenal di seluruh dunia. Karyanya yang paling mengemuka dan berkembang terus hingga hari ini adalah penemuan kamera obscura.
Dalam biografi hidupnya, Ibnu al-Haytham kadang disebut al-Basri yang artinya kota Basra di Irak, karena berasal dari Irak. Namun, ia juga kadang disebut al-Misri yang artinya berasal dari Mesir.
Ibn al-Haytham lahir di Basra, Irak sekitar pada tahun 965. Zahîr Al-Din Al-Bayhaqî dalam karyanya berjudul Tatimmah Siwān Al-Hikmah (2005), menggambarkan tentang figurnya yang sangat sederhana dan muslim yang taat (wara'), serta ia yang sangat haus akan ilmu pengetahuan.
Tumbuh di Basra, ketika usia remaja, ia mulai merantau dan menggeluti ilmu pengetahuan dan sains, hingga pengembaraannya ke Baghdad.
Keberadaan perpustakaan terbesar di Irak saat itu, Bayt al-Hikmah yang berada di Baghdad, diduga kuat menjadi alasannya untuk merantau meninggalkan Basra dan menemukan lingkungan untuk menambah wawasan keilmiahannya.
Melalui pengembaraan dan perantauan intelektualnya, Ibn al-Haytham mulai dikenal dunia Islam setelah berhasil menulis beberapa karya yang berperan besar terhadap kemajuan dunia Arab di zamannya.
Ia menulis karya yang merupakan hasil kajiannya terhadap sains dan filsafat Yunani seperti Talkhīṣ Madkhal Furfūriyūs wa kutub Arisṭūṭālīs al-Arbaʿah al-Manṭiqiyyah, Taʿlīq ʿAlaqahū Isḥāq ibn Yūnus al-Muṭabbib bi Miṣr ʿan Ibn al-Haytham fī Kitāb Diyūfanṭūs fī Masāʾil al-Jabr, serta Kitāb Jamaʿtu fīhī al-Uṣūl al-Handasiyah min Kitāb Iqlidīs wa Ablūniyūs.
Mula-mula, ia mengembangkan pendekatan metodologi penelitian saintifik. Hasil buah pemikirannya kemudian diadopsi oleh ilmuwan barat dan menjadi landasan bagi perkembangan riset modern.
Ini menjadi titik balik munculnya penelitian dan riset modern, yang membantu langkah ilmuwan selanjutnya untuk meneliti dan menelurkan temuan-temuan yang spektakuler hingga hari ini.
Berkat gagasan dan karya cemerlangnya, Alhazen mengilhami sejumlah ilmuwan kenamaan, seperti Roger Bacon, René Descartes, Leonardo da Vinci, Christian Huygens, Johannes Kepler dan banyak ilmuwan lainnya.
Kebesarannya, membuat namanya diabadikan. W.R Birt menulis kajiannya tentang kawah-kawah yang ada di bulan, dalam jurnal Astronomical Register, berjudul The Lunar Crater Alhazen yang dipublikasi pada 1867.
Kecintaannya pada dunia astronomi, membuat namanya diabadikan pada salah satu tumbukan kawah yang ada di Bulan. Kawah tersebut berada tepat di selatan-tenggara kawah Hansen, dan di barat Mare Crisium. Sejatinya, ia adalah saintis yang memukau dunia.
Menariknya, selain diabadikan di bulan dan benda antariksa lainnya, nama Alhazen beserta figur dirinya, juga terpampang dalam uang kertas 10.000 dinar Irak yang diterbitkan pada tahun 2003, dan uang kertas 10 dinar, pada 1982.
Ketangkasannya menciptakan temuan-temuan hebat sains, membuatnya dirujuk oleh ilmuwan di generasi-generasi selanjutnya. Namun, mengapa Ibnu al-Haytham disebut dengan panggilan Alhazen?
Bermula dari tulisan memukaunya yang diterbitkan ke dalam tujuh volume tentang optik, berjudul Kitab al-Manazir, yang dianggap oleh banyak orang sebagai kontribusi terpenting Ibn al-Haytham.
Kitab al-Manazir dianggap sebagai karya paling fenomenal dalam sejarah perkembangan sains dunia. Sebelumnya, karya Ptolemy berjudul Almagest, adalah kitab yang paling banyak dirujuk tentang perkembangan awal di bidang optik.
Mustafa Nazif menulis dalam bukunya berjudul Al-Hasan Bin Al-Haytham V.2: his optical researches and discoveries (1942), menyebut bahwa kitab ini hampir menyamai popularitas karya Ptolemy.
Melihat pengaruhnya yang pesat dalam dunia Islam, orang-orang Barat berupaya untuk menerjemahkan kitabnya yang ditulis dalam bahasa Arab. Diterjemahkannya ke dalam bahasa Latin menjadi Opticae thesaurus Alhazeni pada tahun 1270.
Nama Alhazeni dalam penerjemahan ini, membuat Ibn al-Haytham mulai dikenal dengan sebutan Alhazen. Penyebutan Alhazen ini ditengarai dari nama depan Ibn al-Haytham, al-Hasan dari nama lengkapnya, Abu Ali al-Hasan bin al-Haytham.
Banyak jasanya yang dikenang oleh dunia Barat tentang al-Hasan atau Alhazen. Perpustakaan-perpusatakaan di Eropa juga menyimpan salinan karyanya yang fenomenal untuk mengabadikan namanya dalam sejarah perkembangan sains dunia.
Ibnu Haytham yang menginspirasi dunia keilmuan barat, wafat di Qahirah tahun 1039 pada umur 74 tahun. Meski dunia telah kehilangan jasadnya, pemikirannya masih terus bertahan, bahkan berkembang dari masa ke masa.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Al-Hasan Bin Al-Haytham V.2 (1942) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR