"Kami berjalan menyusuri pasar secara perlahan, mencatat burung hantu dengan mengetikkan spesies dan jumlahnya menggunakan ponsel atau dengan menghafal nomor dan menuliskannya di buku catatan langsung saat meninggalkan pasar."
Penelitian ini bahkan mengungkapkan, beberapa penjual tidak menyadari bahwa menjual burung hantu langka yang sudah lama tidak ditemukan.
Mayoritas burung hantu yang dijual di pasar gelap ditangkap di alam liar. Penangkapan ini dipicu akibat adanya permintaan di pasar untuk memiliki burung hantu. Para peneliti khawatir, meningkatnya permintaan dapat mengancam keberadaan burung hantu di alam liar, dan mengantarkannya pada kepunahan.
Kondisinya semakin mengkhawatirkan seiring waktu karena akses internet dan media sosial Indonesia yang meningkat. Ada banyak satwa liar, termasuk burung hantu, diperdagangkan secara daring.
Para peneliti bahkan menjumpai di dalam perdagangan burung hantu tidak lagi disebut sebagai "burung hantu". Saat berdiskusi, para vendor sering menyebut burung hantu sebagai burung Harry Potter.
"Efek Harry Potter" yang mendorong masyarakat memelihara burung hantu tidak hanya di Indonesia. Melansir BBC, India juga memiliki permasalahan yang sama pada 2010 setelah Harry Potter menjadi sangat populer.
Source | : | Science Direct,BBC |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR