Nationalgeographic.co.id—Pelarangan buku pernah terjadi di mana-mana, tidak hanya di Indonesia pada era Orde Baru. Kita mungkin pernah mendengar tentang sensor berita saat ini, tetapi itu bukanlah hal baru dalam catatan sejarah dunia.
Sebenarnya kata sensor berasal dari kata Latin censeo yang berarti menilai. Segera setelah mesin cetak diperkenalkan ke dunia Barat pada tahun 1450, penguasa mulai melarang buku-buku yang menentang status quo atau cengkeraman kekuasaan mereka.
Bagaimanapun, pelarangan buku adalah kisah yang sudah ada sejak lama dan telah ada dalam berbagai bentuk selama ribuan tahun dalam sejarah dunia.
Buku dan gulungan yang tidak langsung dilarang sering kali disensor hingga dilupakan atau dibakar begitu saja. Namun untungnya, pengetahuan adalah hal yang sulit untuk disembunyikan sehingga daftar buku terlarang ini masih tercatat dan dipelajari banyak orang.
1. Theologia Summi Boni
Teolog Abad Pertengahan, Peter Abelard, tidak memiliki kehidupan yang mudah. Dia paling terkenal karena hubungan cintanya dengan sesama filsuf dan penulis, Heloise, yang berakhir dengan pengebiriannya.
Namun titik terendah lainnya mungkin adalah ketika dia terpaksa membakar karya hidupnya, Theologia Summi Boni. Pada tahun 1121 ia dipanggil ke Konsili Soissons, tempat bukunya dikutuk sebagai ajaran sesat oleh Gereja.
Pada dasarnya penafsiran Abelard terhadap dogma Kristen tradisional terlalu rasionalistik. Dalam karyanya, ia menggunakan penalaran dialektis dan filsafat untuk mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan teologis.
Pendekatan ini menantang beberapa metode dan penafsiran teologis tradisional. Pandangannya tentang hakikat Tuhan dan Tritunggal Mahakudus juga agak tidak lazim. Gereja tidak senang.
Abelard sudah mempunyai banyak musuh di dalam Gereja dan pekerjaannya adalah tantangan terakhir. Di Dewan Soissons, Abelard dipaksa untuk membakar karyanya sendiri di depan umum, suatu tindakan yang sangat memalukan. Yang lebih parah lagi, dia kemudian dijatuhi hukuman penjara seumur hidup di Biara St. Medard (yang segera dia hindari).
Sayangnya, meski Abelard selamat, sebagian besar karyanya tidak. Akibat pembakaran buku abad pertengahan, yang tersisa saat ini hanyalah: fragmen, kutipan, dan referensi terhadap tulisannya yang telah dilestarikan dalam karya para teolog dan cendekiawan di kemudian hari.
Terlepas dari upaya pembakaran buku oleh Gereja, beberapa karya Abelard tetap berhasil memengaruhi para pemikir di kemudian hari, sebuah warisan yang mulia.
Source | : | ancient origins |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR