Nationalgeographic.co.id—Ketika tiba di Hindia Belanda pada 1942, Jepang tidak bermaksud untuk membuat Indonesia merdeka. Meski propaganda 3A-nya sangat mendukung kebebasan orang-orang Asia dari cengkeraman penjajahan Eropa, mereka punya tujuan tersendiri untuk memenangkan Perang Dunia II.
Sejak paruh awal abad ke-20, Jepang turut mengejar kemajuan teknologi bangsa-bangsa Barat. Jepang belajar banyak dari tenaga andal Jerman, yang memungkinkan keduanya bersekutu di Perang Dunia II.
Namun, teknologi-teknologi Jepang membutuhkan sumber daya alam yang melimpah. Oleh karena itu, mereka menggeser posisi Belanda di Indonesia, demi mendapatkan kebutuhan perangnya.
Pada 1942, Jepang langsung bekerja sama dengan tokoh-tokoh gerakan nasionalisme dalam sejarah Indonesia seperti Sukarno untuk mengusir Belanda.
Jepang mengiming-imingi kemerdekaan bagi Indonesia. Hanya saja, ada perbedaan pendapat di internal Jepang sendiri, sehingga tuntutan kemerdekaan tidak dijalani secara serius.
Kebijakan Jepang Menjajah dalam Sejarah Indonesia
Kekecewaan tokoh nasionalisme kepada Jepang muncul pada 1943. Saat itu, Burma dan Filipina dimerdekakan Jepang, namun tidak dengan Indonesia. Konferensi Penghubung Markas Besar Pemerintahan Kekaisaran Jepang memutuskan pada 31 Mei 1943 bahwa Indonesia harus dimasukkan dalam imperium Jepang.
Sejarawan Jepang Aiko Kurasawa lewat buku "Kemerdekaan bukan Hadiah Jepang" menulis, imperium Jepang yang sampai ke Selatan itu nantinya akan melibatkan "partisipasi politik Bumiputra".
Pemerintahan Militer Jepang (Angkatan Darat ke-16) di Jakarta menyadari kebijakan ini tidak tepat, namun tidak mengambil posisi menentang. Di Sumatra, Angkatan Darat ke-25 justru sebaliknya dengan perspektif seperti kolonialis Eropa, mereka menentang partisipasi politik bumiputra.
Kekecewaan itu bertambah ketika Tokyo mengadakan Konferensi Asia Timur Raya. Pertemuan tersebut mempertemukan Jepang dengan negara-negara persemakmurannya, seperti Manchuria, Filipina, Burma, dan pemerintahan boneka Jepang di Tiongkok. Tentara kemerdekaan India juga diundang sebagai pengamat.
Indonesia tidak diundang. Melihat perbedaan nasib dengan negara-negara tetangga, para tokoh nasionalisme merasa disia-siakan.
Baca Juga: Sejarah Indonesia: Kenapa Sukarno Bekerja Sama dengan Jepang demi Kemerdekaan?
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR