Pesona kecantikannya warisan dunia para dewa, namun batinnya yang kejam membuatnya tak terpisah juga dengan keliaran dunia binatang. Ia adalah bagian dari umat manusia sekaligus nenek moyang dari ras yang berbeda, ras perempuan.
Ia membawa harapan dalam bentuk positif dan negatif: bisa membuat seseorang semangat bekerja keras demi kemakmuran masa depan, tapi juga bisa membuat terlena para pemalas dengan harapan palsu bahwa hidup akan mudah dan baik-baik saja tanpa usaha dan kerja keras.
Dewa-dewa maupun binatang tidak butuh harapan, hanya manusia yang keberadaannya ditandai oleh keingintahuan tak terbatas namun pengetahuan akan masa depannya sangat terbatas. Isu-isu gender melingkupi kehidupan Yunani kuno.
Misogini yang melekat dalam cerita Hesiod tentang Prometheus dan Pandora sulit diabaikan. Lebih jauh, kita dapat menempatkan cerita Pandora dalam tradisi lintas budaya yang lebih luas, maka dapat dilihat posisi perempuan sebagai makhluk subordinat di bawah dominasi laki-laki.
Penciptaannya juga melibatkan segala aspek negatif pengalaman manusia: kematian, penyakit, dan bekerja. Ada kesamaan antara Pandora dan kisah Adam dan Hawa. Baik Pandora maupun Hawa mewakili perempuan yang melanggar sebuah larangan.
Hawa terbujuk rayuan ular memakan buah terlarang dan dari sanalah dia mendapat pengetahuan tentang baik dan buruk. Pelanggaran ini melahirkan peradaban manusia, sekaligus memutus ikatannya dengan alam.
Baik Pandora atau kisah Adam dan Hawa sejalan dengan konsep api Promethean, datangnya pengetahuan membawa pencerahan tetapi juga merusak keselarasan hubungan manusia dengan alam.
Namun, tak seperti Hawa yang diciptakan untuk menemani Adam, keberadaan Pandora menjadi hukuman bagi kaum laki-laki. Hal ini mempertegas isu misogini yang ditunjukkan Hesiod dengan ketidaksimetrisan yang tajam mengenai bagaimana dua makhluk ini hidup.
Laki-laki digambarkan sebagai pekerja keras yang banting tulang sepanjang waktu, sedangkan perempuan merupakan insan yang pemalas. Hesiod seakan mengesampingkan bahwa dari perempuanlah kehidupan tercipta dan terawat.
Etimologi tradisional mengenal nama Pandora sebagai Ibu Pertiwi sang 'pemberi segalanya', namun Hesiod membuatnya jadi sosok pasrah yang hanya menerima, bukan memberi.
Lebih jauh, Pandora juga dikisahkan membawa kotak yang berisi unsur-unsur kejahatan. Namun, benda yang dimaksud dalam cerita aslinya adalah guci penyimpanan besar (pithos) yang kemudian disalahterjemahkan pada masa Renaissance oleh Erasmus menjadi kotak kecil untuk menyimpan perhiasan atau kosmetik (pyxis) dalam kisah lain, yakni Cupid and Psyche.
Baca Juga: Prometheus si Penipu Jenaka Tapi Kurang Ajar dalam Mitologi Yunani
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR