Jamur mengubah bahan yang sebelumnya tidak dapat dicerna menjadi dapat dicerna dan begizi. Bahan yang tidak bisa dicerna biasanya berasal dari sel tanaman polisakarida, termasuk pektin dan selulosa. Dalam 36 jam, jamur justru membuat bahan-bahan ini layak dikonsumsi, bahkan lezat di lidah.
Hill-Maini tertarik dengan oncom sampai akhirnya menganalisis genetika jamur-jamur pembuat makanan tradisional ini. Dia mendapati bahwa jamur pada oncom merah umum ditemukan di Jawa Barat, berdasarkan sampel penelitiannya.
Jenis jamur Neurospora intermedia yang sangat berperan dalam pembuatan oncom merah dapat tumbuh pada 30 jenis limbah pertanian yang berbeda. Alih-alih hanya ampas kedelai, jamur ini bisa tumbuh di ampas tebu, ampas tomat, kulit almond, dan kulit pisang. Jamur ini pun tidak menghasilkan racun sehingga spesies ini menunjukkan kelayakannya sebagai bahan fermentasi makanan.
"Yang sangat jelas adalah jamur ini mungkin dominan dan mungkin cukup untuk membuat makanan ini, tumbuh pada limbah susu kedelai yang kaya selulosa dan membuat makanan tersebut dalam waktu 36 jam," kata Hill-Maini.
Fermentasi tradisional Indonesia untuk keberlanjutan
Para peneliti juga mengamati spesies Rhizopus, pembentuk oncom hitam. Jamur ini mengandung banyak bakteri yang dapat memproduksi tempe, sebuah makanan tradisional Indonesia yang sangat populer.
Dalam penyelidikan hingga tahap kajian genetika, ternyata strain gen N. intermedia muncul dari jenis yang beradaptasi secara khusus dari limbah pertanian. Singkatnya, para peneliti menyimpulkan, strain gen yang membuat jenis jamur ini bisa layak konsumsi mungkin muncul seiring manusia mulai mendomestikasi alam pada masa pertanian.
Keajaiban jamur pada oncom memang sudah sejak lama diidentifikasi. Temuan Hill-Maini hanya membedah kemampuan jamur sebagai pembuka peluang pembuatan makanan berkelanjutan.
"Menurut saya, penemuan kami membuka mata kita terhadap kemungkinan-kemungkinan ini dan semakin membuka potensi jamur ini bagi kesehatan dan keberlanjutan planet," jelas Hill-Maini.
Mengingat kebutuhan pangan semakin meluas di seluruh dunia, perhatian untuk makanan yang berkelanjutan perlu dipikirkan. Para peneliti menyarankan agar Neurospora dapat dipertimbangkan, termasuk dalam proses pembuatan makanan yang menghasilkan aroma sedap.
"Sains yang saya lakukan — ini adalah cara baru memasak, cara baru memandang makanan yang diharapkan dapat menghasilkan solusi yang relevan bagi dunia," lanjut Hill-Maini.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Ade S |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR