Prometheus versi Aristophanes berperan sebagai teman umat manusia dan musuh para dewa, mengikuti tradisi Hesiod dan Aeschylus, tetapi dengan sentuhan komedi – kecerdasannya diubah menjadi sikap yang penuh kehati-hatian dan banyak gugupnya.
Saat dia muncul di panggung dengan pakaian yang menutupi kepala dan membawa payung, Prometheus berseru: “Oh, aku! Semoga Zeus tidak melihatku!.”
Kemudian dia memohon kepada Pisthetairos agar tidak menyebut namanya: "Kamu akan menghancurkanku, jika Zeus melihatku di sini. Tapi agar aku bisa memberitahumu semua informasi di kahyangan, ambil payung ini dan peganglah agar para dewa tidak melihatku”.
Pisthetairos kemudian menjawab dengan kagum: "Oooh – kamu benar-benar berpikir sekarang – dan penuh perencanaan!."
Meskipun bukan pemberontak yang bermartabat seperti dalam drama Aeschylus atau penipu licik dalam puisi Hesiod, Prometheus versi Aristophanes tetap mempertahankan elemen dari keduanya, sehingga menegaskan pentingnya sifat tersebut dalam interpretasi Prometheus.
Sebagian dari dirinya adalah penipu cerdas, membawa informasi penting kepada manusia, dan sebagian lagi pemberontak; dia adalah yang maha mengetahui dan berkeliaran di antara dunia para dewa dan manusia – bahkan sambil bersembunyi di bawah payungnya.
Meskipun Prometheus hanya memainkan peran kecil dalam Birds karya Aristophanes, kesuksesan komedinya dalam drama tersebut bergantung pada seluruh rangkaian resonansi mitos yang dibawanya – penipu, pemberontak, pencuri api, penguasa informasi, dan sahabat umat manusia, terutama di Athena.
Mitos Prometheus di Berbagai Konteks
Kelenturan adaptasi mitos Prometheus sejatinya tetap mempertahankan unsur-unsur dasar – Prometheus mencuri api untuk manusia dan dihukum karenanya – namun cerita yang disampaikan oleh bermacam adaptasinya sangat berbeda.
Misalnya saja mitos Prometheus versi Hesiod meratapi kejatuhan umat manusia dari Zaman Keemasan dan kedekatan mereka dengan para dewa, sementara Prometheus versi Aeschylus dan Plato merayakan kemajuan yang telah dicapai umat manusia. Selain itu, masing-masing cerita menguraikan kondisi manusia dalam yang membedakannya dari binatang dan dewa.
Works and Days karya Hesiod menekankan pentingnya sekaligus sulitnya bekerja bagi umat manusia. Di sisi lain, Prometheus Bound karya Aeschylus merayakan pencapaian teknologi yang memungkinkan umat manusia – membangun rumah, berlayar di lautan, dll. – dan menyebutnya sebagai kemajuan berkat Prometheus.
Baca Juga: Politik Identitas Athena Abad ke-5 'Dicampuri' Mitos Prometheus
Protagoras karya Plato menyoroti keterampilan menjadi warga negara yang baik hingga umat manusia dapat hidup bersama dalam komunitas politik, tidak hanya sekadar bertahan hidup namun menuju kebudayaan manusia yang benar-benar lebih beradab.
Baik di panggung tragedi maupun komedi, dalam mitos dan kultus, sosok Prometheus membantu warga Athena abad kelima merenungkan apa artinya menjadi manusia.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR