Namun pada tahun 1990-an, bukti untuk gagasan ini agak memudar, dan para peneliti mencari penjelasan baru.
Beberapa orang beralih ke teori produksi ujaran itu sendiri untuk mendapatkan jawaban. Sekali lagi, ini adalah area yang dihuni oleh berbagai pendapat dan ide.
Namun setidaknya ada satu hal yang disetujui oleh para peneliti: menggunakan bahasa adalah proses yang sangat rumit, dengan banyak poin yang mungkin saja salah.
“Meskipun teorinya berbeda, teori-teori tersebut secara umum sepakat bahwa penutur harus menyelesaikan beberapa tahap pemrosesan sebelum artikulasi sebuah kata dimulai dan menghasilkan produksi ujaran yang berhasil,” tulis Abrams, bersama profesor psikologi University of Florida Danielle Davis, dalam sebuah makalah tahun 2016 tentang sindrom tersebut.
“Secara khusus, penutur pertama-tama memilih konsep dasar yang akan diungkapkan, kemudian menjalani proses pemilihan leksikal dengan memilih kata abstrak (lemma) yang paling mencerminkan makna konsep tersebut dan menentukan sifat sintaksis yang sesuai, seperti kelas tata bahasanya,” pasangan peneliti tersebut menjelaskan.
“Setelah dipilih, lemma menjalani pengodean fonologis dengan mengirimkan aktivasi ke fonologi kata, misalnya, suku kata dan fonem, sehingga kata tersebut dapat diartikulasikan.”
Jika demikian halnya, sindrom ujung lidah diperkirakan terjadi ketika bagian pertama dari proses tersebut – pemilihan lemma yang sesuai – berhasil diselesaikan, tetapi bagian terakhir, saat Anda menerjemahkan lemma tersebut menjadi bunyi, tidak berhasil.
Ada beberapa bukti tidak langsung yang bagus untuk teori penjelasan ini. Teori ini membantu menjelaskan mengapa kita terkadang dapat mengingat nuansa umum sebuah kata, atau detail seperti "oh, dimulai dengan huruf e, saya yakin itu," meskipun kata itu sendiri tidak dapat dipahami atau diingat.
Menurut teori ini, hal itu akan menjadi hasil dari pengodean fonologis yang hanya diselesaikan sebagian.
Hanya ada satu masalah. Menurut penelitian yang lebih baru, bahkan hal itu – perasaan hampir memiliki sebuah kata, tetapi tidak sepenuhnya – mungkin merupakan ilusi.
“Studi kami menunjukkan sejumlah pola yang secara kolektif mempertanyakan kebijaksanaan yang berlaku tentang hubungan antara kondisi [ujung lidah] dan akses ingatan parsial terhadap atribut kata yang dicari,” tulis Anne Cleary, Profesor Psikologi Kognitif di Colorado State University, dalam sebuah artikel tahun 2023 untuk Psychology Today.
Misalnya, ia menjelaskan, orang tidak hanya lebih cenderung tidak mengingat sama sekali daripada mengingat sebagian atribut suatu kata, tetapi bahkan ketika sebagian atribut tersebut ditemukan, “mereka lebih sering salah daripada benar.”
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR