Nationalgeographic.grid.id—Romawi kuno merupakan negara yang sangat sadar akan adanya kelas sosial yang sangat hierarkis. Suatu fenomena yang benar terjadi di abad-abad kuno hingga pertengahan.
Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan bagi orang-orang Romawi kuno untuk berpindah-pindah di antara kelas sosial. Sebelum abad ke-2 SM, kelas bukanlah satu-satunya cara kelahiran orang Romawi menempatkannya dalam masyarakat.
Ada tiga kelas sosial pada orang-orang di Romawi kuno: Bangsawan, Plebeian, dan di tingkat terendah, seperti halnya budak. Di dalamnya juga terdapat aturan ketat soal berpakaian dan jabatan keagamaan, beserta ritualnya yang dikaitkan dengan kelas bangsawan.
"Kekayaan menjadi faktor yang sangat penting, dan dengan sendirinya menciptakan jurang pemisah antara mereka yang berduit dengan para sahaya yang hidup susah," tulis Jhon S. Richardson.
Richardson menulis hal itu di Ancient Origins dalam artikel berjudul "The Strict Rules Dividing Ancient Roman Social Classes", yang diterbitkan pada 6 November 2020.
Jika seorang pria menjadi orang pertama di rumahnya yang terpilih menjadi Konsul, ini juga akan membuat anggota keluarganya masuk ke dalam kelas sosial atas. Seperti Cicero, ia pernah menjadi Konsul yang kemudian menjadi kaya raya dengan harta benda.
Ada pula elite kelas atas yang datang dari kekuatan ekonomi. Merekalah kaum penunggang kuda (equites) yang merupakan kelompok berikutnya dalam kelas atas Romawi. Tidak seperti kaum Senator, kelompok ini menempati kelas atas karena didasarkan pada kekayaan ekonomi.
Untuk ditempatkan dalam kelas sosial ini, seorang pria harus dapat menunjukkan bahwa ia memiliki sejumlah kekayaan, stabil dalam bisnisnya, atau memiliki harta benda yang luar biasa. Maka, keluarganya juga diberi status sebagai kaum penunggang kuda.
Menjadi seorang penunggang kuda berarti tugasnya sebagian besar terkait pada bisnis. Penunggang kuda mengenakan tunik yang mirip dengan Senator, tetapi dengan garis sempit di sepanjang tubuh, diebut 'Augusti clavi.'
Menariknya, Ralph W. Mathisen dalam bukunya Ancient Roman Civilization: History and Sources (2018) menyebut bahwa "hanya orang Romawi yang cukup kaya untuk membeli baju besi mereka sendiri, yang diizinkan untuk bertugas di ketentaraan."
"Selama seorang warga negara mampu membeli baju besi, ia dapat menjadi seorang prajurit," terus Ralph. Sekali pun, rakyat jelata, selama ia mampu membeli baju besi perang yang mahal, ia dapat bergabung sebagai prajurit perang!
Bahkan, Majelis Centuriate dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan seberapa kaya seseorang dan kemampuan seseorang untuk menyediakan baju besi dan senjatanya. Utamanya penunggang kuda yang otomatis akan bergabung dalam keprajuritan.
Kekayaan seakan menjadi prasyarat mutlak bagi seseorang, utamanya pria di Romawi kuno untuk mendapatkan peran penting bagi negaranya. Status ekonomi inilah yang kemudian mengangkat seorang pria pada status politiknya secara vertikal.
Perlu diketahui, jika masyarakat Romawi kuno tidak memiliki kelas menengah. Ini berarti ada perbedaan besar antara dua kelas atas: Senator dan penunggang kuda, yang menciptakan jurang pemisah dalam perbedaan kelas.
Masuk ke kelas tertinggi, atau senator, hampir mustahil dan bahkan sulit bagi mereka yang berasal dari kelas penunggang kuda. Dari sini kita dapat melihat bahwa sejumlah kecil orang di kelas senator dapat menjalankan hak istimewa mereka selama berabad-abad meskipun jumlahnya relatif sedikit.
Pada abad ketiga Masehi, hukum telah menetapkan dua kelompok kedudukan dalam masyarakat. Kelompok pertama adalah "honestiores", orang-orang terhormat. Kelompok ini termasuk para senator dan penunggang kuda serta prajurit.
Kedua, "humiliores" atau orang-orang kelas bawah dalam masyarakat Romawi. Secara tegas, para pembuat hukum Romawi memastikan bahwa jika kelas bawah ini melanggar aturan kelas, hukuman hukum akan diberlakukan.
Ada satu lagi ciri yang sangat penting dari cara kelas sosial Romawi kuno mengidentifikasi jurang pemisah kelas sosialnya. Mereka harus menunjukkan status dan pangkat mereka di depan umum sehingga kelas sosial lain akan mengenali mereka.
Salah satu cara mereka dapat menunjukkannya adalah dengan mengenakan pakaian khas mereka untuk membuat mereka menonjol.
Kelas Bawah, atau rakyat biasa, akan mengenakan toga sebagai warga negara merdeka. Mereka juga memiliki hak untuk membuat kontrak, yang memberi mereka hak untuk menikah, tetapi hanya dengan warga kelas bawah lainnya.
Selain pakaian, para keluarga aristokrat juga dapat menunjukkan kelas sosial mereka saat meninggal. Hal ini dilakukan dengan memajang potret lilin berbentuk topeng di depan umum. Topeng-topeng ini akan dipajang di dalam rumah mereka atau dapat dibawa ke acara-acara umum.
Source | : | ancient origins |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR