Nationalgeographic.co.id—Dalam mitologi Romawi, Cacus adalah tokoh yang mencuri dari pahlawan Hercules. Tindakannya itu berakhir dengan kematian sang pencuri.
Meskipun tidak dianggap sebagai salah satu mitos Romawi yang paling terkenal, kisah Cacus dan Hercules penting karena sejumlah alasan. Apalagi, bagi orang Romawi kuno, kisah tersebut menjadi asal mula pemujaan Hercules di Ara Maxima.
Cacus si Jahat dalam mitologi Romawi
“Nama ‘Cacus’ dikatakan berasal dari bahasa Yunani kuno,” tulis Wu Mingren di laman Ancient Origins. Namanya berarti ‘buruk’ atau ‘jahat’. Memang, dalam semua versi mitos, Cacus berperan sebagai antagonis.
Cacus bahkan digambarkan sebagai makhluk mengerikan dalam beberapa versi. Hal ini terlihat, misalnya, dalam Aeneid karya Virgil. Dalam Buku ke-8 puisi epik ini, Virgil menceritakan kisah Cacus dan Hercules. Konon kisah itu disampaikan kepada Aeneas oleh Evander, yang mendirikan Kota Pallantium di lokasi masa depan Roma.
Evander menggambarkan Cacus sebagai monster setengah manusia berwajah busuk yang tinggal di gua yang tidak pernah terjangkau sinar matahari. Gua Cacus diyakini terletak di Bukit Aventine. Evader juga memberi tahu Aeneas bahwa Cacus adalah putra Vulcan.
Cacus bukan hanya monster dalam bentuk, tetapi juga dalam perilaku. Evander menyatakan bahwa lantai gua Cacus selalu hangat dengan darah yang baru saja tertumpah. Sementara itu, kepala manusia dipaku di pintu-pintunya yang megah dan digantung di sana pucat dan membusuk.
Oleh karena itu, penduduk yang tinggal di dekat Cacus berdoa kepada para dewa agar teror Caucus berakhir. Doa mereka akhirnya terjawab dengan kedatangan Hercules. Saat itu Hercules baru saja menyelesaikan salah satu dari dua belas tugasnya yang terkenal. Tugas-tugas ini merupakan serangkaian tugas mustahil yang harus dilakukan sang pahlawan sebagai penebusan dosa.
Hercules telah membunuh istrinya, Megara, dan anak-anak mereka. Ia melakukannya karena dibuat gila oleh Hera. Hercules kemudian terpaksa menjadi pelayan Eurystheus (salah satu sepupu Hercules, dan raja Tiryns) selama 12 tahun. Eurystheus-lah yang memunculkan “Dua Belas Tugas” dan memaksakannya kepada Hercules.
Tugas kesepuluh: membunuh raksasa
Cacus dan Hercules dikaitkan dengan tugas kesepuluh, yaitu mengambil ternak Geryon. Untuk menyelesaikan tugas ini, Hercules harus melakukan perjalanan ke Pulau Erythia. Konon pulau ini terletak di bagian paling barat dunia, dekat perbatasan Eropa dan Libya.
Baca Juga: Mengapa Planet dalam Tata Surya Dinamai dari Dewa Mitologi Romawi?
Di pulau itu ada sekawanan sapi yang bulunya ternoda merah oleh sinar matahari terbenam. Namun, sapi-sapi itu milik raksasa mengerikan bernama Geryon.
Dalam mitologi Romawi, Geryon adalah putra Chrysaor dan Callirrhoe. Chrysaor adalah seorang pria yang muncul dari tubuh Gorgon Medusa ketika dia dipenggal oleh Perseus. Sedangkan Callirrhoe adalah putri Oceanus dan Tethys. Deskripsi fisik Geryon bervariasi menurut sumbernya.
Dalam beberapa versi, Geryon digambarkan sebagai raksasa dengan tiga kepala yang menempel pada satu tubuh. Sementara yang lain menyatakan bahwa ia memiliki tiga tubuh. Geryon bahkan dikatakan memiliki sayap.
Selain Geryon, sapi-sapi itu dijaga oleh para penggembala, salah satunya, Eurytion, dibunuh oleh Hercules. Seekor anjing berkepala dua yang disebut Orthus (saudara Cerberus) juga turut menjaga ternak itu.
Setelah membunuh Eurytion, Orthus, dan Geryon, Hercules tidak menghadapi perlawanan lebih lanjut di pulau itu. Ia pun dapat memulai perjalanannya kembali ke Tiryns dengan ternak-ternaknya.
Perjalanan pulang ini ternyata lebih merepotkan daripada pencurian ternak-ternak itu sebelumnya. Menariknya, pertemuan dengan Cacus di Bukit Aventine di Roma hanyalah satu dari sekian banyak masalah yang dihadapi Hercules saat itu.
Misalnya, di Liguria (di Italia barat laut), dua putra Poseidon mencoba mencuri ternak-ternak itu, jadi Hercules membunuh mereka. Dalam kejadian lain, salah satu ternak lepas, dan berenang ke pulau Sisilia dari Rhegium (di Sisilia selatan). Rupanya, kata asli untuk 'banteng' adalah 'italus' dan karenanya seluruh negara itu dikenal sebagai Italia.
Akhirnya, saat Hercules tiba di tepi Laut Ionia, dan hampir menyelesaikan pekerjaannya, Hera mengirim seekor lalat pengganggu. Lalat tersebut menyerang ternak-ternak itu dan menyebabkan kawanan ternak lari berhamburan. Akibatnya, Hercules terpaksa mengembara ke seluruh Thrace untuk mencari ternak yang hilang, sebelum ia dapat kembali ke rumah.
Pencurian di bawah hidung Hercules
Kisah perjalanan Hercules dengan ternak Geryon menunjukkan bahwa sang pahlawan melakukan perjalanan sepanjang Semenanjung Italia. Oleh karena itu, tidak akan sulit bagi episode Cacus untuk disisipkan ke dalam mitos ini.
Saat itu kawanan ternak sedang merumput di lembah dan minum dari sungai. Menurut Evander, Cacus mencuri dari padang rumput empat ekor banteng yang besar dan banyak sapi betina. Ia membawa ternak-ternak itu ke guanya.
Baca Juga: Singkap Fakta Pengungsian Pangeran Troya dalam Mitologi Romawi
Namun, Cacus tahu bahwa Hercules akan datang mencari ternak yang dicurinya itu. Maka ia berupaya menghilangkan jejak kaki yang mengarah ke guanya. Cacus pun menyeret ternak dengan ekornya untuk membalikkan jejak.
Sementara itu, ternak yang tersisa telah selesai merumput dan Hercules memindahkan mereka keluar dari padang rumput. Sang pahlawan mitologi Yunani itu bersiap untuk melanjutkan perjalanannya. Pada saat inilah pencurian ternak oleh Cacus terungkap.
Sapi-sapi mulai melenguh sedih saat meninggalkan tempat itu. Mereka memenuhi seluruh hutan dan bukit dengan keluhannya. Kemudian, jauh di dalam gua, seekor sapi melenguh sebagai jawaban. Cacus telah menjaganya dengan baik, tetapi sapi itu menggagalkan harapannya.
Murka Hercules terasa hingga ke gua
Hercules yang marah mengejar Cacus. Cacus melarikan diri ketakutan kembali ke guanya dan menutup pintu masuknya dengan batu besar. Batu tersebut terbukti menjadi tantangan, bahkan bagi Hercules yang perkasa.
“Hercules sangat marah, mencoba setiap pendekatan, menoleh ke sana kemari dan menggertakkan giginya,” tambah Mingren. Tiga kali dia mengelilingi seluruh Gunung Aventine dalam kemarahannya. Tiga kali dia mencoba memaksa pintu batu besar tetapi tidak berhasil. Tiga kali dia duduk kelelahan di lembah.
Setelah gagal memindahkan batu dari pintu masuk, Hercules naik ke puncak gua, dan membuka atapnya. Tidak ada jalan keluar bagi Cacus. Pertempuran pun terjadi antara dia dan Hercules.
Cacus terperangkap di guanya dan melolong seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sementara Hercules membombardirnya dari atas dengan misil apa pun yang ada di tangannya. Hercules memukulnya dengan cabang-cabang pohon dan batu seukuran batu kilangan.
Tidak ada jalan keluar bagi Cacus sekarang. Ia memuntahkan asap tebal dari tenggorokannya yang mengerikan dan menggulungnya menjadi awan di sekitar sarangnya untuk menutupinya dari pandangan. Jauh di dalam guanya, Cacus mengeluarkan asap hitam seperti malam dan kegelapan ditembaki oleh api. Hercules sudah tidak sabar lagi. Dia menjatuhkan dirinya langsung ke bawah.
Hercules melompati api tempat asap menyembur paling tebal dan awan hitam mendidih di gua yang luas. Di sana, saat Cacus dengan sia-sia memuntahkan apinya dalam kegelapan, Hercules menangkapnya dan memegangnya.
Setelah membunuh Cacus, Hercules membuka gua dan membawa ternaknya keluar. Ia juga menyeret mayatnya ke tempat terbuka agar semua orang bisa melihatnya. Kematian Cacus dirayakan oleh penduduk setempat. Mereka pun menghormati Hercules sebagai pahlawan sejak saat itu.
“Sejak saat itu kami menghormati namanya dan generasi berikutnya merayakan hari ini dengan gembira. Altar ini didirikan di hutannya oleh Potitius, pendiri pertama ritual Hercules ini, dan oleh Pinarii, penjaga ritual tersebut. Kami akan selalu menyebutnya sebagai altar terbesar, dan akan selalu menjadi altar terbesar,” ungkap Avender.
Versi lain kisah Cacus dan Hercules dalam mitologi Romawi dan Yunani
Mitos Cacus dan Hercules tidak hanya ditemukan dalam Aeneid karya Virgil, tetapi juga dalam sumber-sumber Romawi lainnya. Misalnya Fasti karya Ovid dan History of Rome karya Livy. Akan tetapi, perlu disebutkan bahwa tidak ada bukti keberadaan mitos ini sebelum periode Augustan.
Yang menarik, unsur-unsur mitologi Yunani dapat dideteksi dalam cerita tersebut. Misalnya, pencurian ternak Hercules memiliki kemiripan dengan pencurian ternak Apollo oleh Hermes. Telah dikemukakan pula bahwa mitos tersebut mungkin terinspirasi oleh kisah Sisyphus mencuri kuda-kuda betina milik Diomedes. Perbandingan dengan Hermes dan Sisyphus membuat Cacus terlihat berbeda, yaitu sebagai penjahat yang licik, bukan monster yang kejam.
Meskipun Virgil menggambarkan Cacus sebagai monster yang menakutkan, hal ini tidak selalu terjadi pada penulis Romawi lainnya. Dalam catatan Livy, misalnya, Cacus dikatakan sebagai seorang penggembala setempat yang menginginkan ternak Hercules. Karena alasan tersebut, Cacus melakukan pencurian.
Cerita berlanjut dengan pembentukan kultus Hercules. Namun kali ini, sang pahlawan dihormati bukan karena ia mengalahkan monster, tetapi karena sebuah ramalan. Evander, yang diklaim Livy sebagai raja saat itu, adalah putra seorang nabiah bernama Carmenta. Carmenta bernubuat bahwa Hercules suatu hari akan menjadi dewa.
Oleh karena itu, setelah bertemu Hercules, Evander memutuskan untuk membangun sebuah kuil untuknya.
Mitos Cacus dan Hercules tidak begitu dikenal di zaman modern. Namun mitos tersebut merupakan mitos penting bagi bangsa Romawi kuno. Mitos ini menjadi dasar cerita Ara Maxima, pusat pemujaan tertua Hercules di Roma.
Meskipun monumen tersebut sudah tidak ada lagi, diyakini bahwa monumen tersebut pernah berdiri di bagian timur Forum Boarium (pasar ternak Roma kuno). Forum Boarium tidak jauh dari apa yang disebut Kuil Hercules Victor.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR