Di Afrika, proyek-proyek ini umumnya berfokus pada pelestarian hutan, pengelolaan lahan yang berkelanjutan, serta inisiatif berbasis komunitas seperti penyediaan kompor masak yang lebih efisien.
"Hingga saat ini, hampir 2.000 proyek semacam itu telah atau sedang dalam proses sertifikasi di seluruh benua Afrika," papar Trishant Dev di laman DownToEarth.
Inisiatif kompor masak ramah lingkungan
Program distribusi kompor masak efisien telah menjadi sorotan dalam upaya global untuk mengurangi emisi karbon. Dengan mengganti bahan bakar tradisional seperti kayu bakar dengan teknologi yang lebih bersih, proyek-proyek ini tidak hanya meningkatkan kualitas udara dan kesehatan masyarakat, tetapi juga membuka peluang bisnis yang menarik di pasar karbon.
Kompor-kompor inovatif ini, yang umumnya dibanderol dengan harga terjangkau atau bahkan gratis, dirancang untuk mengkonsumsi bahan bakar lebih sedikit.
Pengurangan emisi yang dihasilkan dari setiap kompor kemudian dikonversi menjadi kredit karbon. Kredit ini merupakan semacam mata uang lingkungan yang dapat diperdagangkan, memungkinkan perusahaan untuk membeli dan menetralisir emisi mereka sendiri.
Setiap kompor, dengan harga yang bervariasi antara $2 hingga $20 (setara Rp31 ribu hingga Rp310 ribu), mampu mengurangi emisi karbon sebesar 2-4 ton per tahun.
Selama masa pakainya yang diperkirakan 5-7 tahun, sebuah kompor dapat menghasilkan hingga 28 kredit karbon. Mengingat harga pasar kredit karbon saat ini berkisar antara $7-10 (setara Rp108 ribu hingga Rp155 ribu) per kredit, potensi pendapatan dari setiap kompor bisa mencapai $70 hingga $280 (setara Rp1 juta hingga Rp4,3 juta).
Angka-angka ini menunjukkan bahwa bisnis kompor masak ramah lingkungan adalah sebuah investasi yang sangat menguntungkan. Dengan permintaan kredit karbon yang terus meningkat, proyek-proyek semacam ini tidak hanya memberikan dampak positif bagi lingkungan, tetapi juga membuka peluang bisnis yang luas.
Hingga awal tahun 2024, proyek-proyek kompor masak ramah lingkungan di seluruh Afrika telah menghasilkan lebih dari 86 juta kredit karbon. Jumlah ini setara dengan lebih dari tiga kali total emisi karbon tahunan Kenya.
"Negara-negara seperti Uganda, Rwanda, dan Kenya menjadi pelopor dalam inisiatif ini," jelas Dev.
Baca Juga: Lahan Gambut Makin Menyempit, Paru-paru Asia Tenggara Kian Terjepit
KOMENTAR