Xiphos adalah istilah umum yang digunakan oleh orang Yunani kuno untuk menyebut pedang. Namun, dalam historiografi modern, istilah ini lebih merujuk pada pedang pendek satu tangan dengan dua sisi tajam.
Bagi sebagian besar prajurit Yunani kuno, pedang seperti xiphos merupakan senjata sekunder, sementara tombak menjadi senjata utama.
Secara rata-rata, xiphos memiliki panjang antara 45 hingga 60 sentimeter, meskipun orang-orang Sparta dikabarkan menggunakan pedang yang lebih pendek sekitar 30 sentimeter.
Pedang yang sangat pendek ini mungkin bermanfaat ketika dua formasi phalanx bertemu dalam situasi "othismos", yang berarti "dorongan".
Ini terjadi ketika dua formasi phalanx bertemu dalam jarak yang sangat dekat, dan para hoplite saling mendorong dengan perisai besar mereka, mirip dengan scrum dalam rugby.
Variasi xiphos yang lebih pendek mungkin lebih mudah diselipkan di antara celah pada bagian musuh yang kurang terlindungi dalam jarak sangat dekat. Namun, aspek pertempuran hoplite ini masih menjadi perdebatan hangat di kalangan sejarawan.
Kopis, kadang juga disebut sebagai machaira, adalah pedang satu sisi yang digunakan oleh infanteri dan kavaleri Yunani kuno. Ciri khasnya adalah lekukan ke depan yang membuatnya menjadi senjata potong yang kuat.
Lekukan ini menjadikan kopis cocok untuk memotong dan menusuk, sehingga sangat berguna bagi kavaleri. Terutama saat mereka melawan prajurit infanteri yang berdiri lebih pendek di bawah kuda mereka.
Siapa pun yang terkena tebasan ke bawah dari kopis pasti akan menghadapi kesulitan besar.
Prajurit dan penulis Yunani kuno, Xenophon, pernah menulis, "Saya merekomendasikan kopis daripada xiphos, karena dari ketinggian punggung kuda, tebasan machaira akan lebih berguna dibandingkan tusukan xiphos."
Xyston adalah tombak panjang yang digunakan untuk menusuk dengan panjang sekitar 3,5 hingga 4,25 meter (11 hingga 14 kaki).
Para sejarawan percaya bahwa senjata ini biasanya dipegang dengan dua tangan dan dapat digunakan dengan pegangan atas atau bawah, tergantung pada situasinya.
Seperti dory, xyston memiliki ujung tombak di kedua sisinya. Ujung sekunder ini berguna jika ujung utama patah, dan juga mungkin berfungsi sebagai penyeimbang untuk meningkatkan keseimbangan senjata.
Dalam bahasa Yunani kuno, istilah xyston kemungkinan besar merupakan istilah umum untuk tombak atau bahkan lembing.
Sebagai contoh, sejarawan Yahudi, Flavius Josephus, pernah menyebut pilum Romawi (sejenis lembing lempar) sebagai xyston.
Namun, dalam historiografi modern, xyston biasanya merujuk pada senjata yang sering digunakan oleh kavaleri Yunani kuno.
Mitologi Dayak Kalimantan: Orangutan Sebagai Spesies Istimewa Bagi Masyarakat Adat
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR