Gunung Merapi merupakan objek sakral yang melindungi permukiman setempat. Ibaratnya, menghormati Merapi seperti menghormati Bendera Merah Puti sebagai simbol persatuan Indonesia, bukan Tuhan yang disembah dalam agama. Bagi warga lokal, arwah gunung Merapi--sebagai makhluk ciptaan--akan bekerja melindungi warga atas izin Tuhan.
Ada empat jenis ritual penghormatan Gunung Merapi, di antaranya ritual mitigasi dan gotong royong (merti bumi), tradisi Malam Satu Suro yang diadopsi dari kalender Islam, dan ritual pembersihan. Secara keseluruhan, ritual ini digunakan sebagai doa yang dipanjatkan untuk kebutuhan dan kesejahteraan agar dapat hidup aman di sekitar Gunung Merapi.
Alasan inilah yang membuat Mbah Marijan, mantan juru kunci Gunung Merapi bagi Keraton Yogyakarta enggan untuk mengevakuasi diri pada erupsi 2006. Dengan tetap di Merapi, sebagai orang yang paling memahami Gunung Merapi, dia bisa memohon agar orang lain diberi keselamatan.
"Jika saya turun [dari Merapi] saya merasa seperti memikirkan diri saya sendiri," tutur Mbah Marijan di pelbagai media. Hal inilah yang dilakukan Mbah Marijan sampai akhirnya wafat dalam erupsi hebat Merapi pada 2010.
Melansir Detik.com, pada erupsi 2006, Mbah Marijan memiliki pandangan politik atas Kesultanan Yogyakarta. Baginya, Sultan Hamengkubuwono X memintanya turun untuk evakuasi menggunakan asasnya sebagai "Gubernur Derah Istimewa Yogyakarta" bukan Keraton Yogyakarta yang berpegang teguh pada adat.
Kemarahan Merapi atas Kerusakan Alam dan Moral
Sejak 2004, Gunung Merapi menjadi kawasan taman nasional. Status perlindungannya telah ditetapkan sejak 1931 sebagai cagar alam untuk melindungi sumber air, sungai, dan penyangga kehidupan di Sleman, Kota Yogyakarta, Klaten, Boyolali, dan Magelang.
Najiyah mendapati bahwa para juru kunci menyebut istilah 'Merapi meletus' atau 'Merapi erupsi' terdengar seperti tidak menghormati Merapi. "Biasanya orang berpendidikan (modern) mengakatan seperti itu... Bagi saya, Merapi itu sedang membangun atau berkembang," tutur Mbah Marijan dalam wawancara Najiyah.
Bagi warga sekitar Merapi, termasuk juru kunci, erupsi adalah cara Gunung Merapi bekerja. Gunung tersebut dapat merespons aktivitas perusakan yang dilakukan manusia seperti alam, mengganggu kehidupan non-manusia--termasuk arwah dan biota--dan moralitas.
Itu sebabnya, Hudayana menjelaskan, banyak dusun-dusun yang terdampak akibat letusan Merapi pada 2010 berkaitan dengan kerusakan alam. Dusun-dusun tersebut diduga terlibat dalam penggalian pasir secara massal sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan dan membuat usaha wisata seks.
Sejak erupsi 2010, warga lokal meningkatkan kembali literasi kebudayaan dan dielaborasikan dengan kesadaraan bencana yang dilakukan pemerintah berdasarkan pengetahuan lokal. Penegasan ini dilakukan oleh masyarakat Merapi sebagai adat istiadat yang harus dipatuhi pengunjung ketika memasuki area pariwisata.
Juru kunci Merapi berikutnya, Suraksohargo Asihono, bekerja sama Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) untuk menyelaraskan adat dan sains.
"Tapi Juru Kunci bukan paranormal, bukan dukun, dan juga bukan kiai," ujarnya di BBC Indonesia. "Kami sebagai juru kunci mengajak masyarakat meningkatkan kewaspadaan".
Source | : | detik.com,BBC Indonesia,Taylor & Francis Online |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR