Nationalgeographic.co.id—Seringkali, kita mengaitkan bullying atau perundungan dengan aksi anak-anak di taman bermain. Namun, realitasnya jauh lebih kompleks dan meluas.
Fenomena ini dapat terjadi pada siapa saja, dari anak-anak hingga orang dewasa, dan di berbagai lingkungan seperti sekolah, rumah tangga, hingga tempat kerja.
Pertanyaan mendasar yang kerap muncul adalah: mengapa seseorang tega melakukan tindakan yang begitu keji?
"Motif di balik penindasan memang beragam dan kompleks," papar Nadra Nittle di laman verywellmind.com.
Namun, terdapat beberapa karakteristik umum yang sering ditemukan pada pelaku penindasan. Sebagian dari mereka mungkin terdorong oleh keinginan untuk menguasai situasi dan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dengan mengintimidasi atau merendahkan orang lain, mereka merasa memiliki kendali atas lingkungan sekitar.
Di sisi lain, ada juga pelaku penindasan yang sebenarnya merasa tidak aman atau rendah diri. Tindakan penindasan menjadi semacam mekanisme pertahanan diri yang patologis, di mana mereka berusaha menutupi ketidakamanan dengan cara menyerang orang lain.
Tidak peduli apa pun motifnya, menurut Nittle, "penindasan adalah perilaku yang tidak dapat diterima, di mana pun itu terjadi."
Apa itu perundungan?
Dalam penjelasannya, Nittle memaparkan bahwa perundungan merupakan tindakan berulang yang disengaja, bersifat permusuhan, dan sering kali melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan.
Perilaku ini bertujuan untuk menyakiti, mengintimidasi, atau mendominasi individu lain. Korban perundungan seringkali menjadi sasaran karena dianggap lebih lemah, berbeda, atau memiliki sesuatu yang diinginkan oleh pelaku.
Motif di balik tindakan perundungan beragam, tetapi sering kali didorong oleh keinginan untuk mengendalikan, mendominasi, atau sekadar mencari sensasi. Faktor seperti iri hati, ketidakamanan, atau kebutuhan untuk merasa lebih berkuasa juga dapat menjadi pemicu.
Baca Juga: Cara Menghentikan Perundungan Berdasarkan Pengalaman Para Korban
Bentuk perundungan pun sangat beragam, tidak hanya terbatas pada kekerasan fisik atau verbal. Pelaku perundungan dapat menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuannya, seperti intimidasi, ancaman, hinaan, pengucilan, hingga penyebaran rumor.
Penting untuk diingat bahwa perundungan tidak selalu mudah dikenali, terutama dalam bentuk yang lebih halus seperti manipulasi sosial atau cyberbullying.
Pelaku perundungan yang lebih cerdas mungkin menggunakan taktik yang lebih rumit untuk mencapai tujuannya, seperti membujuk orang lain untuk ikut terlibat dalam tindakan perundungan atau menyebarkan fitnah secara daring.
"Namun, tujuan akhir seorang pelaku bullying adalah untuk mempermalukan atau menyakiti individu lain dengan maksud untuk merusak reputasi atau harga diri mereka," jelas Nittle.
Mengapa seseorang melakukan perundungan?
Perilaku perundungan adalah masalah kompleks yang tidak memiliki satu jawaban tunggal. Di balik tindakan tersebut, terdapat berbagai faktor psikologis, sosial, dan lingkungan yang saling berinteraksi.
* Merasa tidak berdaya dan tidak aman
Salah satu alasan utama seseorang melakukan perundungan adalah karena mereka merasa tidak berdaya atau tidak aman. Perundungan dapat menjadi cara bagi individu untuk mendapatkan kembali rasa kontrol dalam situasi yang mereka anggap mengancam atau tidak menyenangkan.
* Mencari pengakuan dan imbalan
Perundungan seringkali menjadi cara untuk mendapatkan pengakuan sosial atau imbalan tertentu. Misalnya, seorang anak mungkin merundung teman sekelasnya untuk mendapatkan popularitas di kalangan teman-temannya.
Atau, seorang karyawan mungkin melakukan perundungan kepada rekan kerjanya untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi atau menghindari tugas-tugas yang tidak menyenangkan.
Baca Juga: Marie Antoinette, Tokoh Publik yang Kerap Alami Perundungan di Prancis
* Mempelajari perilaku dari lingkungan
Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh kekerasan atau konflik, di mana orang dewasa menggunakan intimidasi sebagai cara untuk menyelesaikan masalah, cenderung meniru perilaku tersebut.
Mereka mungkin tidak memiliki model peran yang positif atau keterampilan sosial yang memadai untuk mengatasi konflik dengan cara yang konstruktif.
* Pengalaman masa lalu yang menyakitkan
Beberapa pelaku perundungan pernah menjadi korban perundungan di masa lalu. Sebagai mekanisme pertahanan diri, mereka kemudian mengalihkan rasa sakit yang mereka alami kepada orang lain. Dengan menjadi pelaku perundungan, mereka merasa memiliki kekuatan untuk mencegah diri mereka sendiri dari menjadi korban lagi.
* Karakteristik kepribadian
Karakteristik kepribadian tertentu juga dapat meningkatkan risiko seseorang menjadi pelaku perundungan. Individu dengan sifat narsistik, misalnya, seringkali memiliki kebutuhan yang kuat untuk diakui dan dikagumi.
"Mengendalikan dan mengintimidasi orang lain membantu mereka merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri dan menenangkan diri," ungkap Nittle.
Faktor-faktor yang memengaruhi perundungan
Penelitian telah menunjukkan bahwa perbedaan individu, seperti jenis kelamin, usia, dan perbedaan sosial, dapat meningkatkan risiko seseorang menjadi korban atau pelaku perundungan.
Anak laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan yang berbeda dalam hal jenis perundungan yang mereka alami.
Baca Juga: Film Kisah Perundungan di Yogyakarta Akan Tayang di Toronto Kanada
Studi menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih sering menjadi sasaran perundungan fisik, seperti dipukul atau didorong, sedangkan anak perempuan lebih sering mengalami perundungan verbal atau tidak langsung, seperti penyebaran rumor atau pengucilan sosial.
Usia juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam konteks perundungan. Meskipun frekuensi perundungan cenderung menurun seiring bertambahnya usia, anak-anak yang lebih tua tetap rentan terhadap bentuk perundungan yang berbeda, terutama perundungan online yang semakin marak di era digital.
Perbedaan individu lainnya, seperti penampilan fisik, disabilitas, ras, etnis, agama, atau orientasi seksual, juga dapat membuat seseorang menjadi target perundungan. Individu yang dianggap berbeda dari kelompok mayoritas sering kali menjadi sasaran intimidasi dan pelecehan oleh teman sebaya.
Dampak perundungan pada korban, saksi, dan pelaku
Penelitian menunjukkan bahwa satu dari tiga anak pernah menjadi korban perundungan dalam sebulan terakhir. Perundungan tidak hanya berbahaya bagi target perilaku tersebut, tetapi juga berdampak negatif bagi para saksi dan pelaku perundungan itu sendiri.
* Pada orang yang mengalami perundungan
Target perundungan mungkin akan mengalami berbagai masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.
Mereka bisa mengalami perubahan pola makan dan tidur, merasa kesepian dan terisolasi, memiliki pikiran untuk bunuh diri, menarik diri dari aktivitas yang pernah mereka nikmati, serta sering absen dari sekolah hingga akhirnya putus sekolah.
Orang dewasa yang mengalami perundungan di tempat kerja mungkin semakin sering absen kerja. Oleh karena itu, penting untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental guna mengatasi emosi sulit yang muncul setelah mengalami perundungan.
* Pada orang yang menyaksikan perundungan
Para saksi perundungan juga merasakan dampak negatif. Anak muda yang menyaksikan perundungan berisiko lebih tinggi untuk menggunakan zat terlarang, tembakau, atau alkohol.
Baca Juga: Perundungan Jadikan John Gacy sebagai Pogo, si Badut Pembunuh
Sama seperti target perundungan, mereka mungkin akan memiliki lebih banyak ketidakhadiran di sekolah dan berpotensi mengembangkan masalah kesehatan mental, terutama kecemasan dan depresi.
Selain itu, saksi perundungan mungkin merasa bersalah atau malu karena tidak ikut campur. Di tempat kerja, menyaksikan perundungan dapat menurunkan moral dan meningkatkan tingkat pergantian karyawan.
* Pada pelaku perundungan
Para pelaku perundungan juga mengalami konsekuensi dari tindakan mereka. Mereka memiliki risiko lebih tinggi untuk putus sekolah, lebih sering terlibat dalam perkelahian fisik, melakukan aktivitas seksual pada usia yang lebih muda, dan masuk ke dalam sistem peradilan pidana.
Sebagai orang dewasa, pelaku perundungan lebih mungkin melakukan kekerasan terhadap anak-anak dan pasangan mereka. Meskipun pelaku perundungan di tempat kerja mungkin dapat naik pangkat, mereka harus berurusan dengan moral yang rendah, produktivitas yang menurun, dan tingkat pergantian karyawan yang tinggi akibat perilaku mereka.
Mereka juga mungkin menghadapi investigasi tempat kerja, keluhan formal, dan tuntutan hukum terkait perilaku mereka.
Pelaku perundungan yang memiliki sedikit wawasan tentang perilaku mereka mungkin akan mendiskusikan penyebab di balik perundungan mereka dengan penyedia layanan kesehatan mental. Dalam terapi, mereka dapat mengeksplorasi asal-usul perilaku perundungan mereka dan dampaknya terhadap orang lain.
"Namun, jika sekolah, tempat kerja, dan anggota keluarga melindungi pelaku bullying, individu-individu ini mungkin tidak berpikir bahwa mereka membutuhkan bantuan," pungkas Nittle.
KOMENTAR