Laporan ini tidak hanya mengukur luas lahan kering yang telah terjadi di masa lalu, tetapi juga memproyeksikan peningkatannya di masa depan. Dengan demikian, laporan ini diharapkan memberikan wawasan yang sangat berharga bagi para pengambil kebijakan di seluruh dunia untuk memahami skala dan kompleksitas masalah ini.
Kegersangan: Ancaman senyap yang mengubah Bumi
Perbedaan antara kegersangan dan kekeringan seringkali membingungkan, namun keduanya memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap kehidupan di Bumi.
Kekeringan, sebagai fenomena jangka pendek, ditandai oleh periode curah hujan yang jauh di bawah rata-rata, seringkali disertai suhu tinggi dan kelembaban udara yang rendah. Kekeringan ini, meskipun merugikan, pada umumnya bersifat sementara dan ekosistem memiliki kemampuan untuk pulih setelahnya.
Sebaliknya, kegersangan adalah kondisi kekurangan kelembaban yang persisten dalam jangka panjang, yang jauh melampaui fluktuasi iklim normal. Kondisi ini menciptakan lingkungan yang sulit bagi sebagian besar kehidupan terestrial, menyebabkan degradasi lahan yang parah dan mengancam keberlanjutan sistem pertanian. Kegersangan seringkali dianggap sebagai pendorong utama di balik degradasi lahan pertanian di seluruh dunia.
Ibrahim Thiaw, sekretaris eksekutif UNCCD, menekankan bahwa dampak kegersangan bersifat permanen. Tidak seperti kekeringan yang bersifat sementara, kegersangan mengubah iklim suatu daerah secara fundamental.
"Ketika iklim suatu daerah menjadi lebih kering, kemampuan untuk kembali ke kondisi sebelumnya hilang. Iklim yang lebih kering, yang kini memengaruhi lahan luas di seluruh dunia, tidak akan kembali seperti semula dan perubahan ini sedang mendefinisikan kembali kehidupan di Bumi," tegas Thiaw di laman Down to Earth.
Studi UNCCD juga mengungkapkan fakta bahwa sebagian besar peningkatan kegersangan dalam beberapa dekade terakhir secara langsung terkait dengan perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Lebih menyedihkan lagi, tidak ada satu pun wilayah di planet ini yang sudah dinyatakan beralih menjadi lahan gersang dapat kembali menjadi lahan basah di masa depan.
Asia paling menderita
Populasi global yang menghuni lahan kering telah mengalami peningkatan drastis dalam tiga dekade terakhir, mencapai angka yang mengkhawatirkan yaitu 2,3 miliar jiwa. Proyeksi masa depan, khususnya dalam skenario perubahan iklim yang paling pesimistis, memperkirakan jumlah ini akan melonjak hingga lima miliar jiwa pada akhir abad ke-21.
Baca Juga: Belasan Wilayah Indonesia Alami Kekeringan, Deteksi Dini Bisa Jadi Kunci Mitigasi
KOMENTAR