"Miliaran orang ini menghadapi ancaman yang lebih besar terhadap kehidupan dan mata pencaharian mereka dari peningkatan aridikasi dan desertifikasi terkait iklim," laporan tersebut mengingatkan.
Benua Asia menjadi kontributor terbesar terhadap jumlah penduduk lahan kering dunia, dengan 1,35 miliar jiwa atau lebih dari separuh total populasi global yang tinggal di kawasan ini.
Tiga negara dengan populasi lahan kering terbesar di dunia, yakni China, India, dan Pakistan, secara kolektif menyumbang sekitar 50% dari total populasi global yang menghadapi tantangan hidup di lingkungan yang gersang. Di sisi lain, hampir separuh populasi benua Afrika, atau sekitar 620 juta jiwa, juga tinggal di wilayah-wilayah yang mengalami kegersangan.
Tak hanya lingkungan, ekonomi pun terdampak
Peningkatan kegersangan yang terjadi secara global telah menimbulkan dampak yang sangat signifikan terhadap perekonomian dunia, terutama di kawasan Afrika dan Asia.
Studi menunjukkan bahwa antara tahun 1990 hingga 2015, negara-negara di benua hitam mengalami penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 12% akibat kekeringan yang berkepanjangan.
Kondisi ini bahkan lebih parah di Asia, di mana fenomena aridikasi—yang dampaknya lebih kompleks dibandingkan hanya perubahan curah hujan atau suhu—diperkirakan telah menyebabkan penurunan PDB sebesar 2,7% selama periode yang sama.
Proyeksi model iklim masa depan menunjukkan bahwa peningkatan kegersangan akan memperburuk kondisi kemiskinan, terutama di kawasan Afrika dan Asia, dengan masing-masing diperkirakan mengalami kerugian pertumbuhan PDB sekitar 16% dan 6,7%.
Selain itu, kegersangan juga akan memicu terjadinya kebakaran hutan yang lebih besar dan lebih sering.
Sebagai contoh, pada tahun 2100, California diperkirakan akan mengalami peningkatan area yang terbakar akibat kebakaran hutan sebesar 74% dibandingkan akhir abad ke-20, sementara Yunani akan menghadapi peningkatan 40% hari dengan bahaya kebakaran tinggi.
Dampak kegersangan tidak hanya dirasakan oleh manusia, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup berbagai spesies.
Baca Juga: Lewat AI, Peneliti Sanggup Prediksi Kekeringan yang Bakal Terjadi di Masa Depan
Setidaknya 55% spesies mamalia, reptil, ikan, amfibi, dan burung di seluruh dunia berisiko kehilangan habitat akibat perluasan wilayah gersang. Beberapa wilayah yang sangat rentan terhadap ancaman ini adalah Afrika Barat, Australia Barat, Semenanjung Iberia, Meksiko Selatan, dan hutan hujan Amazon Utara.
Di samping itu, peningkatan kegersangan juga akan mempercepat proses desertifikasi, yang berakibat pada peningkatan frekuensi dan intensitas badai pasir dan debu. Fenomena ini telah terbukti memiliki korelasi yang kuat dengan kondisi kekeringan berkepanjangan, serta faktor-faktor lain seperti penggunaan lahan yang tidak berkelanjutan.
Persiapan untuk lanskap yang secara abadi lebih kering
Laporan tersebut dengan tegas mengategorikan kegersangan sebagai ancaman global yang sangat serius, bahkan mengancam kelangsungan hidup manusia. Selama bertahun-tahun, upaya untuk mendokumentasikan peningkatan kegersangan secara akurat telah terkendala oleh "kabut ketidakpastian ilmiah".
Hal ini disebabkan oleh sifat kegersangan yang kompleks dan jangka panjang, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti curah hujan, penguapan, dan transpirasi tanaman. Kompleksitas ini telah menyebabkan hasil penelitian yang seringkali bertentangan dan memunculkan banyak perbedaan pendapat di kalangan para ilmuwan.
Namun, laporan terbaru ini memberikan pandangan yang lebih jelas dan konsisten mengenai peningkatan kegersangan di seluruh dunia. Dengan adanya data dan analisis yang lebih baik, kita sekarang dapat melihat dengan lebih jelas bagaimana kegersangan semakin meluas dan berdampak pada kehidupan manusia dan ekosistem.
Laporan ini akan sangat berguna bagi setiap negara untuk melacak perubahan kekeringan dan mengembangkan kebijakan serta pendekatan untuk memperlambat kenaikannya, mengurangi dampaknya, dan beradaptasi dengan lanskap yang secara abadi lebih kering.
KOMENTAR