Nationalgeographic.co.id—Tantangan biologi evolusi adalah menjelaskan asal-usul dan fungsi adaptasi dari makhluk hidup. Terkadang, berbagai hal dapat terbukti lebih rumit daripada yang dikira.
Salah satu contohnya adalah jerapah. Khususnya lehernya yang sangat panjang. Hal ini tampak jelas: leher jerapah, yang dapat tumbuh hingga 2 meter panjangnya.
Leher yang panjang memungkinkan jerapah untuk mendapatkan akses eksklusif ke daun-daun paling atas di pepohonan. Jadi, leher panjang jerapah adalah adaptasi yang dirancang untuk menghindari persaingan makanan dengan hewan lain.
Teori inilah yang diterima oleh para ilmuwan selama bertahun-tahun. Tapi benarkah persaingan makanan menjadi penyebab evolusi leher jerapah?
Charles Darwin juga menyinggung soal evolusi leher jerapah dalam The Origin of Species. Darwin menjelaskan bahwa spesies tersebut memperoleh lehernya yang sangat panjang melalui tahap-tahap kecil yang berurutan. Setiap makhluk dengan leher yang lebih panjang mampu bertahan hidup lebih baik daripada kerabatnya yang berleher pendek.
“Jerapah perawakannya tinggi, dengan leher yang sangat memanjang, kaki depan, kepala, dan lidah. Semua fitur tersebut sangat cocok untuk mencari makan di cabang-cabang pohon yang lebih tinggi,” jelas Darwin.
"Jadi, jerapah dapat memperoleh makanan di luar jangkauan ungulata atau hewan berkuku lainnya yang menghuni wilayah yang sama. Leher panjang merupakan keuntungan besar baginya selama musim paceklik."
Selanjutnya, leher jerapah ditampilkan sebagai contoh seleksi alam dalam banyak buku dan artikel populer. Namun, pada pertengahan 1990-an, beberapa ahli biologi mengajukan keberatan besar terhadap teori tersebut. “Pengamatan menunjukkan bahwa jerapah tidak banyak menggunakan lehernya yang panjang untuk mencari makan di ketinggian,” ungkap Leo Grasset, penulis How the Zebra Got its Stripes.
Misalnya pada saat persaingan untuk mendapatkan makanan paling ketat. Jerapah betina menghabiskan hingga separuh waktunya dengan leher yang tegak lurus alih-alih memanfaatkan keunggulan tinggi badan mereka. Para ahli biologi pun mengajukan skenario yang berbeda, yang merevolusi pandangan klasik tentang sejarah evolusi jerapah.
Leher panjang menjadi senjata bagi para jerapah jantan saat bertarung
Tujuan leher jerapah, ungkap Grasset, terutama sebagai senjata yang akan digunakan dalam perkelahian para jantan. Seperti halnya antelop jantan menggunakan tanduknya atau rusa jantan menggunakan tanduknya.
Baca Juga: Dunia Hewan: Jadi, Sebenarnya Seberapa Cepat Evolusi Terjadi?
Jerapah jantan terlibat dalam pertarungan 'perkelahian leher' untuk mendapatkan akses ke betina. Mereka mengayunkan leher satu sama lain dengan keras dan menggunakan kepala yang berat sebagai tongkat pemukul.
Tengkorak jerapah jantan sangat tebal, dan bila digunakan sebagai senjata dapat mematahkan tulang belakang. Republik Niger hanya memiliki populasi jerapah yang sedikit, tetapi pada tahun 2009 tercatat dua kematian setelah pertarungan leher.
Dalam konteks ini, jelas merupakan keuntungan bagi jerapah jantan untuk memiliki leher yang lebih tebal daripada saingannya. Dan leher yang lebih panjang memberikan fleksibilitas dan torsi yang lebih besar. Karena itu, leher menjadi senjata yang lebih efektif.
Jerapah jantan yang paling berhasil bereproduksi juga memiliki leher terpanjang. Pada akhirnya, evolusi leher jerapah berubah, secara harfiah, menjadi lebih panjang.
Jika jerapah betina tidak bertarung, mengapa lehernya juga panjang?
Jika demikian halnya, mengapa leher jerapah betina juga panjang? Satu-satunya penjelasan yang ditawarkan sejauh ini adalah bahwa itu mungkin merupakan kasus 'korelasi genetik antara jenis kelamin'. Hipotesis ini kerap digunakan ketika tidak ada penjelasan lain yang tampaknya cocok.
Meskipun meyakinkan, ide ini tidak menjelaskan banyak hal dengan baik. Jika seleksi seksual adalah penyebabnya, jantan seharusnya memiliki leher yang jauh lebih panjang daripada betina.
Namun sebuah studi pada tahun 2013 menemukan bahwa leher jantan hanya sedikit lebih panjang daripada betina. “Perbedaannya terlalu kecil untuk dijelaskan oleh seleksi seksual saja,” ujar Grasset.
Untuk lebih membingungkan, sebuah penelitian dilakukan pada tahun 2007. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa jerapah memang menggunakan lehernya untuk merumput di cabang-cabang paling atas.
Para peneliti memagari beberapa pohon dengan jaring kawat. Jadi, herbivora yang lebih kecil tidak dapat mencapai cabang-cabang yang lebih rendah. Namun jerapah masih dapat merumput dengan menjangkau bagian atas jaring.
Peneliti membandingkan antara pohon-pohon yang dipagari dengan pohon-pohon yang tidak dipagari. Mereka menemukan bahwa jerapah memang memakan cabang-cabang yang lebih tinggi.
Di saat yang sama, spesies lain bersaing untuk mendapatkan daun-daun yang lebih rendah. Jadi mungkin Darwin benar: jerapah menggunakan lehernya yang panjang untuk menghindari persaingan.
Bukti fosil memberikan dukungan lebih lanjut untuk hipotesis Darwin. Tampaknya jerapah mengembangkan lehernya yang panjang antara 14 dan 12 juta tahun yang lalu.
Saat itu adalah periode ketika Afrika mengalami kekeringan umum dan hutan-hutannya berubah menjadi sabana. Ketika jumlah pohon berkurang, persaingan untuk setiap pohon pasti meningkat, sehingga mendukung pemilihan leher yang panjang.
Kemampuan merumput di cabang-cabang yang lebih tinggi mungkin merupakan keuntungan yang membentuk evolusi leher panjang untuk kedua jenis kelamin. Sementara penggunaannya sebagai pentungan dalam pertarungan jantan merupakan faktor evolusi yang menjelaskan perbedaan signifikan dalam ketebalan tengkorak jantan dan betina.
Singkatnya, leher jerapah memiliki sejumlah kegunaan. Jadi, sulit untuk mengatakan mana di antara kegunaan tersebut yang paling kuat memengaruhi evolusinya.
Selain itu, ahli biologi lapangan mengajukan serangkaian hipotesis lain untuk menjelaskan pemanjangan leher. Mungkin pandangan tinggi yang diberikannya membantu hewan tersebut menemukan predator. Atau mungkin luas permukaannya yang besar membantu mengatur suhu tubuh.
Bahkan telah dikemukakan bahwa leher mungkin berevolusi sebagai respons terhadap kaki jerapah yang semakin panjang. Sehingga, leher panjang akan memastikan bahwa mereka dapat terus minum di lubang air.
Evolusi leher jerapah menunjukkan berbagai metode yang digunakan oleh ilmuwan dalam upayanya untuk melacak sejarah evolusi suatu adaptasi. Selama 140 tahun terakhir, Darwin dan para ahli warisnya mengajukan berbagai teori yang saling bersaing.
Setelah kerja lapangan yang melelahkan dan argumen yang penuh semangat, beberapa di antaranya dinilai lebih baik daripada yang lain. Setidaknya untuk saat ini. Pertanyaan tentang evolusi leher jerapah tampaknya akan membuat para peneliti sibuk untuk beberapa waktu lagi.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR