Pampasan Perang Asia Pasifik sebagai peluang bisnis
Menlu Jepang Okazaki blunder tentang pampasan perang. "Okazaki menyebutkan bahwa pampasan harus dibayar bukan sebagai kewajiban melainkan sebagai kesempatan untuk mengambil keuntungan ekonomi dari pembangunan yang terjadi di Asia Tenggara," terang Kurasawa.
Pernyataan itu menyakitkan bagi negara-negara Asia Tenggara. Alih-alih berlaku secara etis, walau bermaksud untuk mendorong pebisnis Jepang, Jepang seolah mencari keuntungan investasi. Perwakilan Kemenlu Jepang di Indonesia Eikichi Wajima langsung minta maaf atas isu ini.
Para pebisnis Jepang mulai mendukung pampasan dengan motif ekonomi. Mereka mengandalkan para tokoh Kependudukan Jepang yang pernah dekat dengan tokoh-tokoh Indonesia, termasuk kepada Laksamana Maeda.
Indonesia kemudian meminta penghapusan dagang sebesar 170 juta dolar. Wajima menyarankan agar pemerintah Jepang setuju tetapi ditolak. Pengaturan seperti ini berarti pemerintah harus memberi kompensasi perusahaan Jepang yang terlibat.
Jepang justru membuat kebijakan besaran pampasan dengan perbandingan 4:2:1 untuk Filipna, Indonesia, dan Myanmar. Pihak Indonesia merasa keberatan karena kerugiannya dalam Perang Asia Pasifik dinilai lebih besar daripada Filipina.
Urusan pampasan perang Asia Pasifik mandek pada 1954 sampai 1957. PM Ichiro Hatoyama baru dilantik dan kurang tertarik dengan diplomasi Asia. Dia memilih untuk menyelesaikan perdamaian Jepang-Uni Soviet. Perdamaian itu tidak kunjung selesai karena Uni Soviet sendiri tidak diundang dalam Perjanjian San Francisco.
Pampasan Perang Asia Pasifik sebagai peluang investasi Jepang
Urusan pampasan perang kembali dibahas pada 1957. PM berikutnya, Nobusuke Kishi, berkunjung ke Indonesia menemui Sukarno untuk hubungan bilateral. Kurasawa menulis, "Kishi berpendapat bahwa Jepang berkewajiban secara moral untuk bekerja sama dengan bangsa Asia lainnya dan bahwa Jepang harus mengambil posisinya sebagai anggota Asia".
Kedua pihak sepakat bahwa total yang didapat Indonesia mencapai 800 juta dolar. Angka ini termasuk pampasan sebesar 223 juta dolar, pelepasan aset Jepang kepada Indonesia yang disita sejak 1945, penghapusan utang dagang sekitar 127 dolar, dan bantuan ekonomi sebesar 400 juta dolar.
Baca Juga: Sejarah Indonesia: Kenapa Sukarno Bekerja Sama dengan Jepang demi Kemerdekaan?
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR