Huizinga merangkum karakteristik utama permainan sebagai berikut: "sebuah aktivitas bebas yang berdiri secara sadar di luar 'kehidupan biasa' sebagai sesuatu yang 'tidak serius,' tetapi pada saat yang yang sama menyerap pemain secara intens dan total. Ini adalah aktivitas yang tidak terkait dengan kepentingan materi, dan tidak ada keuntungan yang dapat diperoleh darinya. Permainan berlangsung dalam batas waktu dan ruangnya sendiri sesuai dengan aturan tetap dan dengan cara yang teratur. Permainan mendorong terbentuknya kelompok sosial yang cenderung mengelilingi diri mereka dengan kerahasiaan dan menekankan perbedaan mereka dari dunia umum melalui penyamaran atau cara lainnya."
Pada bab kedua, "Konsep Permainan yang Terungkap dalam Bahasa," Huizinga menyajikan sebuah analisis mendalam mengenai bagaimana berbagai bahasa mendefinisikan konsep permainan.
Melalui penelusuran kata-kata yang digunakan dalam berbagai bahasa, Huizinga menyimpulkan bahwa meskipun semua manusia bermain, pemahaman mereka tentang permainan sangat bervariasi.
Ia mencatat bahwa definisi permainan dalam bahasa-bahasa Eropa modern cenderung lebih spesifik dan komprehensif dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya.
Huizinga merumuskan definisi permainan sebagai "aktivitas atau pekerjaan sukarela yang dilakukan dalam batas waktu dan tempat tertentu, sesuai dengan aturan yang diterima secara bebas tetapi mengikat secara mutlak, memiliki tujuan pada dirinya sendiri dan disertai dengan perasaan tegang, sukacita, dan kesadaran bahwa hal itu 'berbeda' dari 'kehidupan biasa'."
Membangun atas dasar pemahaman tentang konsep permainan, Huizinga kemudian beralih pada pembahasan mengenai peran permainan dalam peradaban pada bab ketiga, "Permainan dan Kontes sebagai Fungsi Peradaban."
Ia mengajukan argumen yang menarik bahwa budaya itu sendiri muncul dalam bentuk permainan dan bahwa permainan merupakan cara bagi masyarakat untuk mengekspresikan pemahaman mereka tentang kehidupan dan dunia.
Huizinga berpendapat bahwa kontes dan kompetisi merupakan bentuk permainan yang sangat penting dalam berbagai budaya, dan ia mendedikasikan sebagian besar bab ini untuk menyelidiki fenomena tersebut.
Pada bab keempat, "Permainan dan Hukum," Huizinga memperluas analisisnya dengan membandingkan proses hukum dengan sebuah kontes. Ia berargumen bahwa dalam proses hukum, kedua belah pihak terlibat dalam sebuah kontes argumen yang bertujuan untuk memenangkan perkara. Sama seperti dalam permainan lainnya, kontes hukum juga memiliki aturan yang harus diikuti dan tujuan yang jelas.
Dalam bab kelima, "Permainan dan Perang," Huizinga mengeksplorasi hubungan antara permainan dan perang. Ia berpendapat bahwa perang sering kali dipandang sebagai sebuah permainan yang sangat serius, di mana para pihak yang bertikai berusaha untuk mencapai kemenangan dengan segala cara.
Namun, Huizinga juga menekankan bahwa perang hanya dapat dianggap sebagai sebuah fungsi budaya jika memenuhi kriteria tertentu, yaitu jika para pihak yang bertikai saling mengakui sebagai lawan yang setara dan memiliki hak yang sama.
Baca Juga: Perjalanan Panjang Homo Erectus Migrasi 'Mendatangi' Pulau Jawa
KOMENTAR