Nationalgeographic.co.id—Kehilangan seorang ibu, seperti yang dialami oleh mantan Menteri Koordinator Bidang Polituk, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Jumat (17/1/2025), biasanya akan menjadi peristiwa monumental dalam hidup setiap individu, tanpa memandang kualitas hubungan yang pernah terjalin.
Meskipun otak manusia memiliki kapasitas luar biasa untuk beradaptasi dengan perubahan, proses berduka yang menyertai kepergian seorang ibu seringkali terasa begitu berat. Hal ini dikarenakan sosok ibu begitu melekat dalam kehidupan kita, menjadi semacam benang merah yang menghubungkan masa lalu, sekarang, dan masa depan.
Ketakutan akan proses berduka adalah hal yang wajar. Kepergian seorang ibu mengubah segalanya secara drastis. Yang sebelumnya terasa akrab dan dapat diprediksi kini menjadi asing dan penuh ketidakpastian.
Emosi yang kompleks dan saling bertentangan berlomba-lomba muncul ke permukaan, dimulai dari keterkejutan mendadak atas kenyataan pahit bahwa seseorang yang begitu berarti dalam hidup kita kini telah tiada.
Sejak masa kanak-kanak, sosok ibu telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Ia hadir sebagai sumber kasih sayang, perlindungan, dan bimbingan.
Bahkan setelah dewasa, pengaruh seorang ibu masih terasa dalam berbagai aspek kehidupan kita. Tidak peduli seberapa dekat atau jauh hubungan kita dengan ibu, kepergiannya akan selalu meninggalkan luka yang mendalam.
Tidak masalah apakah Anda kesulitan bergaul dengannya atau menganggapnya sebagai sahabat terbaik; "Bahkan bagi mereka yang tidak pernah mengenal ibu kandung mereka, kematian seorang ibu akan menjadi peristiwa yang sangat penting," jelas Jamie Cannon, MS, LPC di laman Psychology Today.
Canon mengkhususkan diri dalam perawatan trauma, kecemasan, dan kesedihan dengan populasi mulai dari anak-anak dan keluarga hingga korban kekerasan dalam rumah tangga.
Menghadapi keterkejutan
Kepergian seorang ibu, terutama jika beliau adalah sosok sentral dalam hidup kita, terasa seperti hentakan mendadak yang menghentikan segalanya. Kehidupan terus berjalan di sekitar kita, musim berganti, hari libur datang silih berganti, namun dunia kita seolah berhenti.
Pikiran kita berusaha keras memahami paradoks keberadaan: bagaimana seseorang yang begitu dekat tiba-tiba tiada. Ketidaksesuaian ini menciptakan tekanan dan kecemasan yang mendalam.
Baca Juga: Sebenarnya Ada Berapa Banyak Emosi yang Dimiliki oleh Manusia?
KOMENTAR