Bahkan, di sebuah stadion olahraga di Amerika Serikat, jangkrik panggang dengan bumbu khas menjadi jajanan favorit para penonton. Di New York City, sebuah restoran populer menyajikan guacamole dengan sentuhan unik: taburan semut hitam yang telah digiling.
Namun, mengapa serangga begitu menarik perhatian para koki dan pecinta kuliner? Selain faktor keunikan, serangga ternyata menyimpan segudang manfaat bagi kesehatan. Sebuah penelitian yang diterbitkan pada Januari 2021 menunjukkan bahwa serangga yang dapat dimakan memiliki kandungan nutrisi yang sangat tinggi.
Vitamin B12, zat besi, seng, serat, asam amino esensial, asam lemak omega-3 dan omega-6, serta antioksidan adalah beberapa di antara banyak nutrisi penting yang dapat ditemukan dalam serangga. Sebagai contoh, jangkrik kaya akan protein, terutama pada bagian kaki belakangnya yang berotot dan digunakan untuk melompat.
Keunggulan lain dari serangga adalah potensi budidayanya yang sangat efisien. Serangga seperti jangkrik dapat dibudidayakan secara vertikal dalam fasilitas terkontrol, sehingga memungkinkan produksi sepanjang tahun dengan dampak lingkungan yang jauh lebih kecil dibandingkan peternakan hewan ternak.
Sebuah perusahaan di Kanada bahkan sedang membangun fasilitas budidaya jangkrik terbesar di dunia.
Popularitas serangga sebagai bahan makanan juga tercermin dalam munculnya berbagai produk olahan serangga di pasaran, seperti tepung jangkrik dan protein bar berbahan dasar jangkrik. Hal ini menunjukkan bahwa serangga tidak hanya menjadi tren sesaat, tetapi memiliki potensi besar untuk menjadi bagian dari masa depan industri pangan.
"Karena stigma yang telah lama tertanam, memakan serangga tidak umum di dunia Barat," kata Rao. Namun, "menggunakan serangga sebagai bahan adalah salah satu strateginya, seperti tepung jangkrik dalam kue. Ini tidak memiliki citra negatif. Jadi, lebih banyak orang yang kemudian bersedia untuk mencobanya."
Dalam penelitiannya yang diterbitkan pada tahun 2020 di Journal of Insect Science, Rao dan timnya melakukan sebuah eksperimen menarik. Mereka mengajak mahasiswa untuk menjadi penikmat pertama brownies yang memiliki bahan rahasia: tepung jangkrik.
Tujuannya? Untuk menguji apakah stigma negatif terhadap serangga sebagai makanan dapat diatasi dengan menyajikannya dalam bentuk yang familiar dan lezat.
Hasilnya cukup mengejutkan. Para mahasiswa ternyata lebih menyukai brownies berbahan dasar tepung jangkrik dibandingkan brownies biasa! Meskipun begitu, mereka sering kali kesulitan membedakan kedua jenis brownies tersebut, menunjukkan bahwa rasa bukanlah satu-satunya faktor penentu dalam memilih makanan.
Yang lebih menarik lagi, para peserta survei lebih tertarik pada aspek lingkungan dan gizi dari produk makanan serangga. Mereka melihat potensi besar dari serangga sebagai sumber protein alternatif yang berkelanjutan dan lebih ramah lingkungan dibandingkan sumber protein hewani konvensional.
"Semakin Anda dapat membuatnya terlihat mirip dengan apa yang biasa Anda makan di rumah," kata Rao, "atau apa yang dibuat oleh nenek Anda, akan semakin baik."
Apa yang Akan Terjadi Jika Seseorang Berada di Dekat Lubang Hitam? Ini Penjelasan Sains
KOMENTAR