Nationalgeographic.co.id—Sejak 3.000 tahun sebelum Masehi, manusia telah memulai praktik penyimpanan informasi. Seiring dengan perkembangan peradaban, kebutuhan untuk mengelola informasi pun semakin meningkat. Hal ini mendorong inovasi dalam pencatatan, penyimpanan, pemrosesan, dan analisis data sebagai landasan penting dalam pengambilan keputusan.
Sebagai ilustrasi konkret dari praktik awal ini, kita dapat melihat kembali ke peradaban Sumeria. Mereka memanfaatkan tablet-tablet tanah liat untuk menyimpan catatan inventaris yang sangat rinci dan akurat. Catatan ini mencakup berbagai aspek penting seperti jumlah biji-bijian yang mereka miliki, jumlah ternak, peralatan kerja, dan sumber daya lainnya.
Dengan membandingkan data inventaris yang tercatat dari waktu ke waktu, bangsa Sumeria mampu mengidentifikasi tren yang muncul, mengantisipasi potensi kekurangan sumber daya, serta menyesuaikan strategi produksi dan perdagangan mereka secara efektif.
Lebih dari sekadar inventaris sumber daya, bangsa Sumeria juga menggunakan tablet tanah liat untuk mencatat berbagai transaksi perdagangan, perhitungan pajak, dan pembayaran upah. Sistem pencatatan yang komprehensif ini dapat dianggap sebagai fondasi dari sistem akuntansi pertama dalam sejarah peradaban manusia.
Data yang tersimpan rapi dalam tablet-tablet tanah liat ini bukan hanya sekadar catatan pasif.
Bangsa Sumeria telah memanfaatkannya secara aktif untuk mengenali pola dan tren yang tersembunyi dalam data, menilai berbagai risiko yang mungkin timbul, dan yang terpenting, membuat keputusan yang tepat untuk memitigasi risiko tersebut sekaligus mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang mereka miliki.
Praktik cerdas yang dilakukan ribuan tahun lalu ini sangat relevan dan tidak jauh berbeda dengan fungsi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang kita gunakan saat ini.
Kemajuan pesat dalam bidang teknik dan ilmu pengetahuan telah secara eksponensial meningkatkan kemampuan kita dalam mencatat, menyimpan, dan memproses informasi.
"Sejalan dengan itu, kemajuan TIK dalam beberapa hal memungkinkan kita untuk mengembalikan kepada bumi sebagian dari apa yang telah diberikannya kepada kita sejak awal," papar Alberto Alías Martín di laman Telefonica.
Pentingnya jejak lingkungan
Jejak lingkungan adalah sebuah ukuran untuk menghitung seberapa besar permintaan kita terhadap sumber daya alam Bumi dan berapa banyak limbah yang kita hasilkan dalam kegiatan sehari-hari.
Baca Juga: Bisakah Sustainability Bersanding dengan Keamanan dan Keterjangkauan Energi?
TIK memiliki potensi besar untuk memberikan dampak positif pada jejak lingkungan ini, termasuk dalam hal mencegah pencemaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi iklim.
Besarnya jejak lingkungan kita dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ini termasuk cara kita mengonsumsi produk dan layanan, bagaimana produk-produk tersebut diproduksi, kebutuhan transportasi yang kita gunakan sehari-hari, dan jumlah limbah yang kita hasilkan dari semua aktivitas kita.
Untuk mengatasi masalah ini, muncullah berbagai konsep seperti TIK berkelanjutan (sustainable ICT), komputasi hijau (green computing), atau TIK hijau (green IT). Konsep-konsep ini berakar pada studi tentang praktik terbaik dan pemanfaatan TIK untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan serta memaksimalkan efek positif yang bisa dihasilkan melalui teknologi.
Sebagai bukti pentingnya isu ini, pada KTT Iklim PBB terakhir yang diadakan pada November 2024, perhatian khusus diberikan pada peran digitalisasi dalam upaya dekarbonisasi dan meminimalkan jejak lingkungan.
Salah satu keputusan penting yang kembali diusulkan oleh industri telekomunikasi setelah KTT tersebut, dan saat ini sedang menunggu persetujuan implementasi oleh Uni Eropa (UE), adalah memasukkan jaringan komunikasi elektronik sebagai kategori kegiatan berkelanjutan khusus dalam Taksonomi UE.
"Hal ini akan memungkinkan pengarahan investasi menuju jaringan digital hijau, memastikan bahwa mereka selaras dengan tujuan iklim yang ditetapkan di Eropa dalam European Green Pact," jelas Martín.
Peran bisnis dengan penggunaan TIK
Laporan Digital Economy and Society Index (DESI) dari Uni Eropa secara aktif memantau tingkat digitalisasi bisnis di seluruh negara anggota, sejalan dengan agenda strategis Dekade Digital 2030.
Sebagai bagian dari pemantauan ini, laporan DESI mengumpulkan berbagai indikator kemajuan digital, dan sejak tahun 2021, indikator terkait penggunaan TIK untuk keberlanjutan lingkungan juga telah dimasukkan.
Indikator baru ini secara khusus mengukur bagaimana perusahaan memanfaatkan TIK untuk mendukung tindakan yang lebih ramah lingkungan dalam operasional mereka. Data untuk laporan ini dikumpulkan melalui survei, dan laporan lengkapnya dapat diakses di pusat dokumentasi Eropa.
Analisis dari laporan DESI menunjukkan bahwa lebih dari separuh perusahaan di Uni Eropa telah mengadopsi TIK sebagai alat untuk mengurangi dampak lingkungan mereka. "Jika dikaitkan dengan ukuran perusahaan, motivasi perusahaan besar sedikit lebih tinggi daripada perusahaan kecil," ungkap Martin.
Baca Juga: Sustainability: Lewat Pangan Laut, Indonesia bisa Jadi Lumbung Pangan bagi Miliaran Orang
Survei yang menjadi dasar laporan ini juga mengungkapkan bahwa 65% perusahaan di Uni Eropa menjadikan pengurangan jejak lingkungan sebagai salah satu tujuan utama mereka. Seperti yang telah disebutkan, perusahaan-perusahaan besar cenderung menetapkan tujuan yang lebih ambisius dalam hal ini.
Dalam hal pemanfaatan TIK untuk tujuan keberlanjutan, sebagian besar perusahaan menggunakan TIK untuk optimalisasi proses (77%). Selain itu, penggunaan TIK juga signifikan untuk pengurangan konsumsi sumber daya alam (64%) dan pembuatan pedoman lingkungan (59%).
Meski demikian, penggunaan TIK untuk aktivitas seperti pengukuran dampak lingkungan (36%) dan kompensasi dampak lingkungan (26%) masih berada pada tingkat yang lebih rendah.
Meskipun laporan DESI secara tradisional berfokus pada indikator teknis dalam memantau digitalisasi perusahaan, penambahan indikator yang berkaitan dengan keberlanjutan dan jejak lingkungan dari penggunaan TIK menjadi nilai tambah. Ini semakin memperkuat argumen yang mendukung penggunaan digitalisasi di kalangan perusahaan.
Memiliki profil yang bertanggung jawab dalam memantau tujuan lingkungan dan hubungannya dengan TIK menjadi semakin penting bagi perusahaan. Hal ini dikarenakan TIK dapat secara tidak langsung mendukung pencapaian tujuan-tujuan lingkungan, atau bahkan penggunaan TIK menjadi kebutuhan untuk mencapai tujuan lingkungan tersebut.
Data dari laporan Uni Eropa juga menyoroti bahwa hampir 30% perusahaan di Uni Eropa belum memiliki individu atau departemen yang secara khusus bertanggung jawab untuk memantau tujuan lingkungan mereka. Persentase ini bervariasi tergantung pada ukuran perusahaan.
Perusahaan mikro atau kecil cenderung tidak memiliki profil tanggung jawab lingkungan ini dibandingkan dengan perusahaan menengah atau besar yang umumnya sudah memilikinya.
Mayoritas perusahaan mengakui adanya hubungan antara penggunaan TIK dan upaya pengurangan jejak lingkungan mereka. Bentuk-bentuk penggunaan TIK yang paling banyak diidentifikasi untuk tujuan ini meliputi telekerja (83%), pengurangan perjalanan bisnis (78%), pemanfaatan platform kolaborasi (78%), dan cloud computing (70%).
Peningkatan daya saing sekaligus kepedulian terhadap planet
Sejak awal peradaban, sumber daya alam telah menjadi fondasi sekaligus tujuan utama dalam pencatatan, penyimpanan, dan pemrosesan informasi. Peradaban Sumeria kuno adalah salah satu contoh pertama yang menunjukkan bagaimana aktivitas-aktivitas ini tidak dapat dipisahkan dari lingkungan alam.
Kesadaran akan keterkaitan ini semakin menguat di era modern, hingga Uni Eropa saat ini mempertimbangkan pentingnya melacak indikator yang menghubungkan penggunaan TIK dengan dampak positifnya terhadap keberlanjutan lingkungan.
Pentingnya kesadaran lingkungan ini tercermin dalam berbagai contoh nyata. Idealnya, setiap karyawan di semua perusahaan perlu mempertimbangkan kriteria lingkungan dalam pekerjaan sehari-hari mereka.
Pemikiran ini didasari oleh prinsip bahwa pengurangan jejak lingkungan akan berkonsekuensi pada penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Efisiensi ini pada akhirnya memberikan manfaat, baik secara langsung maupun tidak langsung, bagi perusahaan dan lingkungan.
Sebagai wujud komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan dan pemanfaatan TIK, perusahaan telekomunikasi terkemuka, Telefónica, secara khusus menyampaikan visi mereka untuk siklus kelembagaan Uni Eropa yang baru (2024-2029).
Visi ini tertuang dalam laporan berjudul “EU 2024-2029: Forging a competitive path. Digital by innovation, green by design”. Dengan slogan “digital by innovation, green by design”, Telefónica menekankan pentingnya transisi digital dan hijau yang berjalan beriringan.
"Mari kita maju bersama-sama untuk mencapai, di antara kita semua, peningkatan daya saing bisnis dan kepedulian terhadap planet ini," pungkas Martin.
Menuju Era Baru Pengelolan Kawasan Konservasi Pesisir Pulau-Pulau Kecil di Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya
KOMENTAR