Para peneliti kemudian melakukan serangkaian eksperimen di mana mereka berulang kali mengubah kondisi lingkungan virtual, secara bergantian antara konfigurasi beri mana yang bergizi.
Melalui simulasi ini, mereka mengamati bahwa bentuk kehidupan virtual menjadi lebih cepat beradaptasi dengan kondisi lingkungan baru seiring waktu. Menariknya, peningkatan kecepatan adaptasi ini tidak terjadi ketika perubahan lingkungan terjadi terlalu cepat, yaitu ketika populasi tidak memiliki waktu yang cukup untuk berevolusi dalam satu generasi.
Namun, dalam jangka waktu yang lebih panjang, selama puluhan hingga ratusan generasi, kemampuan adaptasi populasi meningkat secara signifikan dan tetap pada tingkat yang tinggi.
Lebih lanjut lagi, Zaman mencatat bahwa "Begitu populasi mencapai tingkat evolvabilitas yang tinggi ini, kemampuan tersebut tampaknya tidak hilang oleh evolusi di masa depan."
Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa evolvabilitas yang ditingkatkan ini disebabkan oleh dua pola utama: tingkat mutasi yang tinggi dan peningkatan jumlah mutasi menguntungkan dari waktu ke waktu.
Tingkat mutasi yang tinggi menyediakan variasi genetik yang lebih besar dalam populasi, yang memberi organisme lebih banyak peluang untuk beradaptasi dengan kondisi baru.
Sementara itu, peningkatan jumlah mutasi menguntungkan memungkinkan organisme untuk lebih efisien beradaptasi dengan jenis kondisi yang mungkin telah dihadapi oleh nenek moyang mereka.
Meskipun penelitian ini menggunakan organisme virtual yang sederhana, analog dengan mikroba yang bereproduksi dengan cepat, para peneliti berpendapat bahwa prinsip-prinsip evolusioner yang sama kemungkinan besar berlaku untuk bentuk kehidupan yang lebih kompleks.
Zaman dan timnya menyimpulkan bahwa, "Meskipun kami menggunakan sistem studi yang tidak alami, hasil kami memberikan wawasan berharga tentang bagaimana dan mengapa populasi di alam telah berevolusi tanpa henti."
KOMENTAR