Lingkungan yang sangat terisolasi seperti Pulau Sentinel Utara ini seringkali memicu terjadinya jalur evolusi yang unik pada makhluk hidup yang menghuninya.
Sebagai contoh, di pulau-pulau lepas pantai California dan Meksiko, fenomena evolusi unik telah diamati pada ular derik, di mana berkembang jenis "ular derik hiper-defensif" dan "ular derik senyap" yang memiliki karakteristik berbeda signifikan dibandingkan kerabat mereka di daratan utama, sebagai akibat langsung dari isolasi lingkungan mereka.
Serupa dengan fenomena evolusi unik tersebut, penduduk Pulau Sentinel telah mengembangkan cara hidup mereka sendiri yang sepenuhnya unik, terasing dari pengaruh peradaban modern yang berkembang di luar pulau mereka.
Satu-satunya sumber yang bisa kita percayai
Antropolog India, Triloknath Pandit, mencurahkan banyak tahun dalam hidupnya untuk mempelajari suku Sentinelese, sebuah komunitas yang tetap terisolasi di Pulau Sentinel Utara.
Pada tahun 1967, Pandit memulai ekspedisi pertamanya ke pulau tersebut, menandai awal dari serangkaian upaya pengamatan yang cermat terhadap kehidupan suku Sentinelese. Pada masa itu, informasi mengenai suku ini sangat terbatas, selain dari catatan mengenai penolakan keras mereka terhadap kehadiran orang asing.
Selama beberapa dekade, Pandit dan timnya dengan hati-hati mendekati pulau itu dari perairan dangkal, membawa persembahan berupa kelapa, pisang, dan peralatan logam, dengan harapan dapat membangun hubungan kepercayaan.
Reaksi suku Sentinelese sangat beragam; terkadang mereka mengambil hadiah setelah rombongan peneliti pergi, namun seringkali pula anak panah diluncurkan dari balik pepohonan sebagai tanda peringatan untuk menjauh.
Namun, pada tanggal 4 Januari 1991, sebuah kejadian tak terduga mengubah dinamika interaksi ini. Sekelompok anggota suku Sentinelese keluar dari hutan dan berjalan menuju air tanpa membawa senjata.
Untuk pertama kalinya, mereka menerima pemberian kelapa secara langsung dari tangan tim Pandit. Beberapa dari mereka bahkan memeluk kelapa tersebut erat-erat, seolah-olah itu adalah harta berharga.
Meskipun demikian, momen penerimaan ini berlangsung singkat. Dalam wawancaranya dengan BBC, Pandit menceritakan bahwa ketika ia sedang membagikan kelapa dan sedikit terpisah dari timnya sambil mendekati pantai, seorang anak laki-laki dari suku Sentinelese tiba-tiba menunjukkan ekspresi lucu, lalu mengambil pisau dan memberi isyarat mengancam akan memenggal kepalanya.
Pandit segera memutuskan untuk mundur dan memerintahkan penarikan cepat perahu. Isyarat anak laki-laki itu dianggap sangat jelas dan signifikan, menegaskan bahwa kehadirannya tidak diinginkan.
Dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya, suku Sentinelese kembali menunjukkan sikap defensif mereka dan meluncurkan anak panah sebagai bentuk penolakan terhadap orang luar.
Pandit memaknai tindakan ini bukan sebagai permusuhan, melainkan sebagai mekanisme perlindungan diri yang esensial, respons yang mungkin terbentuk akibat pengalaman konflik di masa lalu dengan dunia luar.
Sebagian besar pengetahuan kita mengenai suku Sentinelese—mulai dari penampilan fisik, peralatan yang digunakan, hingga pengamatan sekilas tentang perilaku mereka—berasal dari riset lapangan yang dilakukan oleh Triloknath Pandit.
Hasil pengamatannya kemudian didokumentasikan dalam laporan oleh Survei Antropologi India. Walaupun telah berupaya keras, suku Sentinelese tetap menjadi sebuah misteri. Bahasa mereka belum terklasifikasi, adat istiadat mereka penuh teka-teki, dan gaya hidup mereka secara umum tidak berubah selama ribuan tahun.
Keinginan mereka untuk tetap tidak terganggu tampaknya dipahami dan dihormati, bahkan oleh pemerintah India. Pada tahun 2010, pemerintah India mengeluarkan amandemen yang semakin memperkuat larangan untuk mendekati pulau tersebut, memperketat batasan dengan tujuan memastikan suku Sentinelese dapat terus hidup tanpa gangguan dari dunia luar.
KOMENTAR