Nationalgeographic.co.id—Pada pagi yang sunyi tanggal 16 November 2018, seorang misionaris Amerika berusia 26 tahun bernama John Allen Chau, dengan tekad kuat, mendayung kayaknya menuju Pulau Sentinel Utara.
Hanya deburan ombak dan suara burung laut yang memecah kesunyian di tepi pantai pulau terpencil itu. Sebelumnya, Chau telah dua kali mencoba mendekati pulau tersebut.
Pada percobaan pertama, di pagi sebelumnya, ia mencoba berteriak dalam bahasa Inggris untuk memulai kontak, namun penduduk Sentinel dengan keras mengusirnya dari pantai.
Kemudian, di hari yang sama, dalam upaya keduanya, seorang anak laki-laki dari suku tersebut bahkan menembakkan panah ke arahnya, yang mengenai Alkitab tahan air yang dibawanya.
Meski terguncang oleh kejadian itu, Chau tidak menyerah. Pada hari nahas itu, dengan membayar biaya sebesar ₹25.000 (setara Rp4,6 juta) kepada para nelayan yang mengantarnya secara ilegal, ia kembali maju.
Para nelayan yang mengantar Chau hanya bisa mengawasi dengan cemas dari kejauhan, menyadari betul bahwa Pemerintah India telah mengeluarkan larangan kontak dengan pulau itu sejak tahun 1956 demi melindungi baik suku Sentinel maupun orang luar.
John Allen Chau akhirnya berhasil mendarat di pulau itu. Namun, beberapa menit kemudian, sosok-sosok penduduk pulau muncul dari balik pepohonan. Para nelayan yang menyaksikan dari jauh melihat tubuh misionaris itu diseret melintasi pantai berpasir dan kemudian dikuburkan di sana.
Larangan bukan hanya untuk menjaga keamanan orang luar
Meskipun dorongan misionaris Chau mungkin tidak bertujuan jahat, ia mengabaikan fakta krusial mengenai penduduk Pulau Sentinel Utara. Para antropolog meyakini bahwa suku Sentinel telah hidup terisolasi selama puluhan ribu tahun.
Isolasi panjang ini, seperti dilansir Forbes, menyebabkan sistem imun mereka tidak siap menghadapi patogen umum dari dunia luar, membuat mereka sangat rentan terhadap penyakit yang mungkin dibawa oleh orang asing.
Bukti dari suku terisolasi lain memperkuat kekhawatiran ini, seperti yang terjadi pada suku Nahua di Peru awal 1980-an. Lebih dari separuh suku Nahua musnah akibat penyakit setelah kontak dengan kru eksplorasi minyak.
Baca Juga: Daya Pikat Suku Paling Terisolasi di Dunia dan Jadi Sasaran Fitnah
Kejadian serupa terulang satu dekade kemudian pada pertengahan 1990-an, ketika penebang kayu ilegal menghubungi suku Murunahua di Peru. Akibatnya, gelombang penyakit dan kematian menghancurkan komunitas Murunahua. Bagi suku terisolasi, kontak seringkali berakibat fatal.
Menyadari kerentanan ini, pemerintah India memberlakukan Peraturan Kepulauan Andaman dan Nikobar tahun 1956. Peraturan ini melarang perjalanan ke Pulau Sentinel Utara dan mendekat lebih dari lima mil laut.
Tujuan utama peraturan ini bukan hanya untuk mencegah penyebaran penyakit menular, tetapi juga untuk melestarikan warisan budaya dan gaya hidup tradisional suku Sentinel, mencegah eksploitasi dan perambahan pihak luar, serta melarang kegiatan ilegal dan pengawasan yang tidak diinginkan.
Peraturan ini memastikan perlindungan hukum yang ketat dan hukuman bagi pelanggar, demi menjaga otonomi dan kelangsungan hidup suku Sentinel.
Apa saja yang sudah diketahui?
Di tengah perairan Teluk Benggala, terpencil sebuah daratan kecil berhutan yang dikenal sebagai Pulau Sentinel Utara. Pulau ini, dengan luas sekitar 60 kilometer persegi, telah menjadi rumah bagi penduduknya yang hidup dalam isolasi selama puluhan ribu tahun.
Permukaan pulau ini didominasi oleh hutan hujan tropis yang lebat, tanpa terlihat adanya aktivitas pertanian modern atau permukiman skala besar. Garis pantai pasir putih yang tipis melingkari pulau, hanya sesekali terputus oleh sisa-sisa karang mati yang tajam, yang berfungsi sebagai penghalang alami terhadap kedatangan perahu.
Berbeda dengan pulau-pulau lain di Kepulauan Andaman, Pulau Sentinel Utara benar-benar terbebas dari sentuhan infrastruktur modern. Tidak ada jalan raya, pelabuhan, ataupun landasan udara yang dibangun di pulau ini.
Jika dilihat dari ketinggian, Pulau Sentinel Utara tampak seperti permadani hijau yang alami—hanya hamparan hutan lebat yang menjulang hingga ke tepi pantai. Meskipun demikian, jejak-jejak samar dan sempit terlihat membelah pepohonan, menandakan adanya jalur pergerakan penduduk Sentinel di dalam hutan tersebut.
Penduduk Pulau Sentinel diyakini sebagai keturunan langsung dari kelompok manusia pertama yang bermigrasi keluar dari Afrika dan menyebar ke berbagai penjuru dunia.
Baca Juga: Kisah Perempuan yang Berhasil Melakukan Kontak dengan Suku Terasing Sentinel
Lingkungan yang sangat terisolasi seperti Pulau Sentinel Utara ini seringkali memicu terjadinya jalur evolusi yang unik pada makhluk hidup yang menghuninya.
Sebagai contoh, di pulau-pulau lepas pantai California dan Meksiko, fenomena evolusi unik telah diamati pada ular derik, di mana berkembang jenis "ular derik hiper-defensif" dan "ular derik senyap" yang memiliki karakteristik berbeda signifikan dibandingkan kerabat mereka di daratan utama, sebagai akibat langsung dari isolasi lingkungan mereka.
Serupa dengan fenomena evolusi unik tersebut, penduduk Pulau Sentinel telah mengembangkan cara hidup mereka sendiri yang sepenuhnya unik, terasing dari pengaruh peradaban modern yang berkembang di luar pulau mereka.
Satu-satunya sumber yang bisa kita percayai
Antropolog India, Triloknath Pandit, mencurahkan banyak tahun dalam hidupnya untuk mempelajari suku Sentinelese, sebuah komunitas yang tetap terisolasi di Pulau Sentinel Utara.
Pada tahun 1967, Pandit memulai ekspedisi pertamanya ke pulau tersebut, menandai awal dari serangkaian upaya pengamatan yang cermat terhadap kehidupan suku Sentinelese. Pada masa itu, informasi mengenai suku ini sangat terbatas, selain dari catatan mengenai penolakan keras mereka terhadap kehadiran orang asing.
Selama beberapa dekade, Pandit dan timnya dengan hati-hati mendekati pulau itu dari perairan dangkal, membawa persembahan berupa kelapa, pisang, dan peralatan logam, dengan harapan dapat membangun hubungan kepercayaan.
Reaksi suku Sentinelese sangat beragam; terkadang mereka mengambil hadiah setelah rombongan peneliti pergi, namun seringkali pula anak panah diluncurkan dari balik pepohonan sebagai tanda peringatan untuk menjauh.
Namun, pada tanggal 4 Januari 1991, sebuah kejadian tak terduga mengubah dinamika interaksi ini. Sekelompok anggota suku Sentinelese keluar dari hutan dan berjalan menuju air tanpa membawa senjata.
Untuk pertama kalinya, mereka menerima pemberian kelapa secara langsung dari tangan tim Pandit. Beberapa dari mereka bahkan memeluk kelapa tersebut erat-erat, seolah-olah itu adalah harta berharga.
Meskipun demikian, momen penerimaan ini berlangsung singkat. Dalam wawancaranya dengan BBC, Pandit menceritakan bahwa ketika ia sedang membagikan kelapa dan sedikit terpisah dari timnya sambil mendekati pantai, seorang anak laki-laki dari suku Sentinelese tiba-tiba menunjukkan ekspresi lucu, lalu mengambil pisau dan memberi isyarat mengancam akan memenggal kepalanya.
Pandit segera memutuskan untuk mundur dan memerintahkan penarikan cepat perahu. Isyarat anak laki-laki itu dianggap sangat jelas dan signifikan, menegaskan bahwa kehadirannya tidak diinginkan.
Dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya, suku Sentinelese kembali menunjukkan sikap defensif mereka dan meluncurkan anak panah sebagai bentuk penolakan terhadap orang luar.
Pandit memaknai tindakan ini bukan sebagai permusuhan, melainkan sebagai mekanisme perlindungan diri yang esensial, respons yang mungkin terbentuk akibat pengalaman konflik di masa lalu dengan dunia luar.
Sebagian besar pengetahuan kita mengenai suku Sentinelese—mulai dari penampilan fisik, peralatan yang digunakan, hingga pengamatan sekilas tentang perilaku mereka—berasal dari riset lapangan yang dilakukan oleh Triloknath Pandit.
Hasil pengamatannya kemudian didokumentasikan dalam laporan oleh Survei Antropologi India. Walaupun telah berupaya keras, suku Sentinelese tetap menjadi sebuah misteri. Bahasa mereka belum terklasifikasi, adat istiadat mereka penuh teka-teki, dan gaya hidup mereka secara umum tidak berubah selama ribuan tahun.
Keinginan mereka untuk tetap tidak terganggu tampaknya dipahami dan dihormati, bahkan oleh pemerintah India. Pada tahun 2010, pemerintah India mengeluarkan amandemen yang semakin memperkuat larangan untuk mendekati pulau tersebut, memperketat batasan dengan tujuan memastikan suku Sentinelese dapat terus hidup tanpa gangguan dari dunia luar.
KOMENTAR