Angka kejahatan mencapai rekor terendah pada tahun 2018, dengan 770.000 pelanggaran yang tercatat. Angka tersebut telah meningkat lagi sejak saat itu, tetapi hanya sedikit (mencapai 798.000 pada tahun 2022).
Jaksa memiliki lebih banyak pilihan
Sejak tahun 2006, jaksa penuntut umum di Belanda dapat menangani beberapa kasus tanpa melibatkan hakim dan bahkan menjatuhkan hukuman nonpenjara, seperti denda atau kerja sosial.
Ini adalah perubahan yang diperkenalkan untuk mempercepat proses peradilan dan mengurangi beban kerja hakim.
Hal ini berarti lebih sedikit kasus yang berakhir di pengadilan, yang dapat membuat tersangka mendapat hukuman kurungan penjara. Pada gilirannya, cara ini berkontribusi pada penurunan jumlah tahanan secara keseluruhan.
Namun, rendahnya jumlah tahanan di penjara Belanda tersebut juga menimbulkan beberapa keraguan.
Penelitian oleh kriminolog Judith van Valkenhoef dan Edward van der Torre yang diterbitkan pada tahun 2017 menimbulkan beberapa keraguan tentang sejauh mana statistik ini mewakili kisah sukses sistem peradilan Belanda.
Studi mereka menunjukkan masalah lain, seperti investigasi polisi yang tidak efisien dan kegagalan jaksa penuntut negara untuk membawa pelaku kejahatan ke pengadilan.
Mereka berpendapat bahwa Belanda telah menjadi pusat utama pasar obat-obatan sintetis dan kemungkinan akan tetap demikian tanpa tindakan politik.
Bagi Profesor Francis Pakes dari University of Portsmouth, salah satu penulis laporan di atas, statistik tidak menceritakan keseluruhan cerita, dan penurunan keseluruhan populasi narapidana tidak semata-mata disebabkan oleh berkurangnya kejahatan yang dilakukan.
Studi tersebut menunjukkan bahwa ada faktor lain yang berperan, seperti berkurangnya kasus yang dituntut atau bahkan diselidiki. Ia mengutip pengaruh mafia narkoba yang semakin besar di Belanda sebagai bukti.
Baca Juga: La Catedral, Penjara Mewah yang Dirancang Khusus untuk Raja Kokain Pablo Escobar
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR