Nationalgeographic.co.id—Lebih dari 2.000 tahun yang lalu, seorang wanita muda di Tiongkok meninggal dan meninggalkan sisa-sisa tengkorak yang masih ada hingga kini. Sisa-sisa tengkorak yang ditinggalkannya berbeda dari tengkorak-tengkorak lain yang biasanya ditemukan.
Para arkeolog menemukan jejak cinnabar pada giginya. Cinnabar sendiri merupakan bentuk merkuri sulfida berwarna merah terang.
Karena terdapat kandungan merkuri, tentunya mineral ini beracun. Kandungan serupa belum pernah ditemukan pada tengkorak manusia lainnya. Sementara pada tengkorak wanita itu, ditemukan noda zat tersebut pada giginya.
Biasanya, cinnabar dan pigmen merah lainnya sering ditemukan dalam pada permakaman, dan digunakan untuk tujuan perdukunan.
Namun, tim penelitian ilmiah yang dipimpin oleh Sen You dari Universitas Jilin di Tiongkok percaya bahwa, dalam kasus ini, cinnabar digunakan selama wanita muda tersebut hidup. Untuk itu, mereka menyebutnya Putri Merah Jalan Sutra (the Red Princess of the Silk Road).
Dikutip dari Science Alert, peneliti menulis, "Diperkirakan cinnabar dicampur dengan bahan pengikat, lalu digunakan untuk mewarnai gigi wanita muda ini sebelum meninggal."
Kasus ini sekaligus menjadi satu-satunya kasus yang diketahui tentang pewarnaan gigi merah menggunakan cinnabar, zat biotoksik.
Sisa-sisa tengkorak wanita yang tidak disebutkan namanya itu ditemukan di sebuah situs arkeologi yang disebut permakaman Shengjindian di Xinjiang, di sepanjang Jalur Sutra kuno.
Jalur sutra kuno sendiri dulunya dilalui nenek moyang kita untuk berdagang barang dan bermigrasi ke jarak yang jauh di sekitar Asia dan Eropa selama lebih dari satu milenium.
Permakaman itu digali pada tahun 2007 dan 2008, yang menghasilkan total 31 makam dan banyak barang kuburan yang kaya, seperti sutra, tembikar, artefak emas dan perunggu, serta manik-manik kaca dan onyx.
Putri Merah (Red Princess) mungkin bukan anggota keluarga kerajaan. Ia ditemukan di sebuah makam bersama jasad tiga orang lainnya, termasuk seorang anak.
Baca Juga: Mengapa Penemuan dan Penggalian Pompeii Penting bagi Sejarah Dunia?
Ia diperkirakan baru berusia 20 hingga 25 tahun saat meninggal, antara 2.200 dan 2.050 tahun yang lalu. Para arkeolog kemudian dibuat penasaran dengan jejak warna merah yang ditemukan pada giginya.
Ada beberapa zat berbeda yang dapat digunakan sebagai pigmen merah, termasuk cinnabar, hematite, dan oker, sehingga mereka harus melakukan pengujian untuk mengetahui zat apa itu.
Mereka menggunakan spektroskopi Raman untuk mengidentifikasi zat tersebut sebagai cinnabar, dan spektroskopi fluoresensi sinar-X untuk mengonfirmasi identifikasi, dan menghindari kemungkinan kontaminasi lingkungan.
Analisis spektroskopi inframerah transformasi Fourier (FTIR) – metode yang banyak digunakan dalam penelitian – kemudian mengidentifikasi keberadaan zat protein yang mungkin digunakan untuk mengikat warna pada gigi.
Tidak diketahui secara pasti dari apa bahan pengikat ini dibuat, tetapi bahan pengikat seperti itu di Tiongkok kuno relatif umum, dan biasanya terdiri dari bahan hewani, seperti kolagen, putih telur, atau susu.
Tidak jelas pula mengapa wanita muda itu mewarnai giginya dengan warna merah. Warna merah sendiri telah lama dianggap sebagai warna penting dan membawa keberuntungan di Tiongkok. Praktik tersebut mungkin memiliki alasan spiritual.
Para peneliti mengatakan cinnabar memiliki peran yang cukup menonjol dalam praktik perdukunan, serta pengobatan tradisional, dan memiliki sifat psikoaktif yang mungkin membuatnya berguna sebagai halusinogen.
Di sisi lain, alasan wanita muda itu mewarnai giginya mungkin karena alasan kecantikan, karena gigi yang menghitam kemudian menjadi populer di seluruh Asia Tenggara dan Oseania.
Gigi merah wanita itu mungkin menunjukkan status, seperti yang ditunjukkan oleh makamnya di permakaman tersebut.
Hal ini ditegaskan oleh fakta bahwa cinnabar bukanlah komoditas lokal. Tidak ada endapan alami cinnabar di wilayah tempat wanita itu dimakamkan, jadi cinnabar pasti telah diperdagangkan. Sumber cinnabar terdekat adalah Tiongkok Tengah, Timur Dekat, dan Eropa.
"Mengingat distribusi geografis cinnabar dan identitas penggunanya, identitas sosial pemilik makam mungkin cukup tidak biasa untuk mengakses sumber daya yang berharga ini," tulis para peneliti.
Lebih lanjut, diperlukan lebih banyak penyelidikan dan penemuan untuk menguji hipotesis ini.
Sindrom Hubris, Kala Pemimpin Merasa Punya Kendali Atas Segala Hal, Apa Saja Tandanya?
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR