Penjajah Inggris juga berhasil mendirikan koloni hukuman di Andaman Selatan pada tahun 1858. Mereka berupaya untuk menjinakkan dan mendidik penduduk asli di 'rumah' khusus. Di sana, penduduk asli mengenakan pakaian Barat dan kemudian diajari membaca dan menulis.
Kontak membawa petaka bagi suku-suku di Kepulauan Andaman
Hal ini terbukti membawa bencana bagi banyak suku yang tidak memiliki perlawanan terhadap penyakit umum. Suku-suku itu dengan cepat menyerah pada epidemi pneumonia, campak, dan influenza. Pada saat kontak pertama dengan Inggris, diperkirakan ada 5.000 orang Andaman Besar; saat ini hanya tersisa 41 orang.
Namun, Inggris tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas penurunan ini. Selama Perang Dunia Kedua, pulau-pulau tersebut diduduki oleh Jepang. Tentara Jepang membunuh ratusan penduduk asli yang diduga bekerja sama dengan pasukan sekutu.
Setelah India memperoleh kemerdekaan pada tahun 1947, kebijakan ekspansionis perdana menteri pertamanya, Jawaharlal Nehru, melanjutkan kehancuran suku-suku asli Andaman. Sebagai bagian dari rencana kolonisasi India, ribuan pemukim dikirim ke Andaman dari daratan utama.
Selama 50 tahun terakhir, populasi pulau-pulau tersebut telah meningkat lebih dari sepuluh kali lipat menjadi 30.000 jiwa. Dan berkat penyakit, penggundulan hutan, dan visi Nehru tentang India modern, kelompok-kelompok pribumi kini jumlahnya kurang dari 1 persen dari jumlah tersebut.
Menurut Survival International, ada pola yang mengerikan sejak hari pertama kontak antara suku terasing dan umat manusia lainnya. Rasa ingin tahu sering kali berubah menjadi rasa takut. Gaya hidup nomaden kemudian berkembang menjadi pelarian diam-diam ke bagian hutan yang lebih terpencil.
Kemudian ada prospek relokasi paksa, bersamaan dengan hilangnya budaya, bahasa, dan keterampilan. Padahal, budaya, bahasa, dan keterampilan itu diasah oleh generasi leluhur dan diwariskan dari mulut ke mulut.
Bagaimana permusuhan bisa membuat Suku Sentinel tetap sendiri dan bertahan hidup
Permusuhan Suku Sentinel yang keras kepala dan tak tertahankan itulah yang membuat mereka begitu menarik bagi dunia. Jika mereka mau menerima kemajuan Barat, mereka pasti sudah berasimilasi sejak lama. “Dan identitas unik mereka tenggelam dalam banjir gen asing,” McDougall menambahkan.
Saat ini, keterasingan Suku Sentinel - secara biologis dan geografis - membuat mereka sangat berharga untuk mempelajari spesies kita sendiri.
Para ilmuwan kini menerima bahwa Homo sapiens berevolusi di Afrika sub-Sahara 200.000 tahun lalu. Homo sapiens dengan cepat memulai ekspansi yang membawa mereka ke Timur Tengah 100.000 tahun lalu.
Rute yang diambil nenek moyang kita juga tidak pasti. Teori 'keluar dari Afrika' dipelopori oleh Chris Stringer dari Inggris. Teori itu berasumsi bahwa nenek moyang kita mengambil jalur darat langsung, mencapai Asia Tenggara setidaknya 60.000 tahun lalu. Dari sana, mereka menyeberangi laut ke Australia. Eropa baru dihuni 40.000 tahun lalu.
Namun, gagasan ini memiliki masalah. Pergi melalui darat akan berarti beberapa kendala geografis yang berat. Dan, setelah mencapai Asia Tenggara, bagaimana nenek moyang kita - yang, diasumsikan, tidak memiliki kemampuan untuk berlayar - bisa sampai ke Australia?
Bahkan di tengah Zaman Es, ketika permukaan laut lebih rendah, masih ada celah di antara pulau-pulau di antara Asia dan Australia.
Beberapa peneliti kini percaya bahwa manusia meninggalkan tanah airnya melalui laut. Kemudian berlayar ke Asia Tenggara sebelum pindah ke Australia. Mereka mendirikan pos-pos terdepan di sepanjang perjalanan. Salah satu pos terakhir yang mereka dirikan mungkin adalah wilayah yang dikuasai oleh Suku Sentinel. Itulah sebabnya mengapa Suku Sentinel menarik secara ilmiah.
Masalahnya adalah faktor yang membantu penduduk pulau mempertahankan kemerdekaan. “Kecenderungan mereka untuk membunuh para penyusup, membuat mereka agak sulit diselidiki,” jelas McDougall.
Source | : | Business Insider,Guardian |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR