Dalam kasus Duonychus, hilangnya jari ketiga kemungkinan besar adalah hasil evolusi yang terjadi begitu saja—tanpa memberikan dampak negatif yang signifikan. Pergelangan tangannya bersifat fleksibel, bukan kaku, yang cocok untuk gerakan mencengkeram. “Saat itulah saya tersadar,” kata Kobayashi, “kuncinya ada pada lapisan keratin di cakarnya.”
Lapisan keratin yang terawetkan pada cakar Duonychus menyerupai cakar kucing yang tidak bisa ditarik masuk. Jika digabungkan dengan fleksibilitas pergelangan tangan, besar kemungkinan Duonychus menggunakan cakarnya untuk meraih tanaman atau cabang pohon, lalu menariknya agar bisa dimakan. Cara ini sangat mirip dengan perilaku kukang dua jari masa kini yang menggunakan cakarnya untuk menarik dedaunan mendekat.
Penelitian sebelumnya terhadap therizinosaur memang sudah memprediksi bahwa mereka menggunakan cakar seperti ini. “Cakar ini pada dasarnya berfungsi seperti pengait, dan semakin melengkung bentuknya, semakin baik,” jelas Lautenschlager.
Tak hanya untuk mencari makan, cakar ini kemungkinan juga digunakan sebagai senjata, baik untuk mempertahankan diri maupun dalam persaingan sesama Duonychus. “Cakar seperti ini pasti merupakan alat yang hebat untuk mencengkeram, dan kalau juga dipakai sebagai senjata dalam pertarungan antarindividu, saya tidak akan terkejut,” kata Zichuan Qin.
Banyak bagian tubuh hewan bersifat multifungsi, termasuk cakar. Jadi, jari yang melengkung dan tajam ini tidak hanya membantu Duonychus memperoleh makanan, tapi mungkin juga berguna untuk menakuti pemangsa atau saingannya.
Meski Duonychus adalah pemakan tumbuhan dan tampak seperti kukang raksasa berperut buncit, bukan berarti ia lemah dan jinak.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR