Faktor-faktor di Balik Keengganan Berkeluarga
Penurunan angka kelahiran di Jepang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah berkurangnya jumlah pernikahan. Proporsi bayi yang lahir di luar nikah sangat kecil di Jepang. Ini menunjukkan korelasi kuat antara pernikahan dan kelahiran.
Angka pernikahan di Jepang memang meningkat 2,2 persen pada tahun lalu menjadi 499.999. Namun, ini tidak meniadakan dampak penurunan 12,7 persen pada tahun 2020. Ekonom Takumi Fujinami dari Japan Research Institute menyebut dampak itu "bisa berlanjut hingga tahun 2025."
Lantas, mengapa masyarakat Jepang enggan menikah dan punya anak? Para ahli menunjuk kondisi ekonomi dan peran gender. Banyak wanita di Jepang menganggap pria tanpa pekerjaan tetap bukan calon suami ideal.
Ekaterina Hertog, profesor dari Oxford Internet Institute, meneliti praktik kerja di Jepang. Ia mengatakan "ekspektasi tradisional pria sebagai pencari nafkah utama" membuat pria berupah rendah menunda atau tidak menikah.
Selain itu, banyak wanita terjebak dalam pekerjaan tidak tetap. Jam kerja tidak pasti dan upah rendah menyulitkan mereka membesarkan keluarga. Ini membuat sebagian memilih tidak memiliki keluarga sama sekali.
Ada juga masalah kurangnya lapangan kerja layak. Ini menciptakan kelompok pria yang tidak menikah atau punya anak karena merasa tidak mampu secara finansial. Budaya kerja berlebihan juga menjadi masalah. Ada istilah karoshi untuk kematian akibat kerja berlebihan. Budaya ini membuat pasangan memiliki sedikit anak.
Respons Pemerintah dan Tantangan Berat
Pemerintah Jepang telah menyadari masalah penyusutan populasi selama bertahun-tahun. Pada tahun 2023, isu ini sangat mendesak. Perdana Menteri Fumio Kishida saat itu bahkan menyatakan situasinya "sekarang atau tidak sama sekali."
Ia menegaskan: "Jepang sedang berada di ambang batas apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat." Kishida menambahkan: "Memfokuskan perhatian pada kebijakan mengenai anak-anak dan pengasuhan anak adalah isu yang tidak dapat ditunda dan tidak dapat diabaikan."
Pemerintah telah meluncurkan beberapa program untuk mendorong pernikahan dan kelahiran. Di Tokyo, pemerintah kota meluncurkan aplikasi kencan.
Langkah ini menarik perhatian Elon Musk. Pemilik SpaceX dan Tesla itu berkomentar: "Saya senang pemerintah Jepang mengakui pentingnya masalah ini. Jika tindakan radikal tidak diambil, Jepang (dan banyak negara lain) akan menghilang!"
Langkah lain termasuk memperluas fasilitas penitipan anak dan memberi subsidi perumahan. Perdana Menteri Shigeru Ishiba mengusulkan paket kebijakan pengasuhan anak senilai Jepang ¥3,6 triliun (setara Rp426 triliun).
Namun, angka-angka terbaru menunjukkan upaya ini belum memberikan dampak signifikan. Jepang kini berada di persimpangan jalan. Negara ini harus melakukan perubahan drastis atau menghadapi konsekuensi yang sangat serius akibat tren penurunan populasi.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Simak ragam ulasan jurnalistik tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan pengetahuan yang mendalam!
KOMENTAR