Nationalgeographic.co.id—Angka kelahiran bayi di Jepang pada tahun 2024 mencapai 720.988 jiwa. Data ini mencakup warga negara asing. Jumlah tersebut turun lima persen dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 758.631 kelahiran pada tahun 2023.
Ini adalah penurunan kesembilan berturut-turut. Angka 720.988 jiwa menjadi yang terendah sejak Jepang mulai mencatat data pada tahun 1899. Kondisi ini memicu kekhawatiran besar terhadap masa depan negara.
Seorang ahli memperkirakan tren ini bisa berujung pada kepunahan. Hiroshi Yoshida, profesor di Tohoku University’s Research Centre for Aged Economy and Society, mengatakan: "Jika penurunan jumlah kelahiran tidak dihentikan, 'waktu' akan berbalik."
Ia memprediksi jika tren berlanjut, Jepang hanya akan memiliki satu anak di bawah usia 14 tahun pada Januari 2720. Itu berarti 695 tahun dari sekarang. Menurutnya, ras Jepang bisa punah dalam 695 tahun ke depan.
"Jepang bisa menjadi negara pertama yang punah akibat tingkat kelahiran yang rendah," tambah Yoshida, seperti dilansir laman First Post.
Kondisi angka kelahiran yang rendah diperparah angka kematian yang tinggi. Sepanjang tahun 2024, Jepang mencatat 1.618.684 kematian. Angka ini naik 1,8 persen dari tahun sebelumnya.
Perpaduan sedikit kelahiran dan banyak kematian menyebabkan populasi menyusut hampir 900.000 jiwa. Ini juga merupakan rekor penurunan populasi terbesar. Artinya, dua orang meninggal untuk setiap satu bayi yang lahir.
Sebagai perbandingan, India mencatat 29.466.366 kelahiran pada tahun 2024. Sementara itu, Korea Selatan melaporkan kenaikan angka kelahiran pada tahun 2024. Ini kenaikan pertama mereka dalam sembilan tahun terakhir.
Populasi Jepang mencapai puncaknya pada tahun 2008 dengan 128,1 juta jiwa. Sejak saat itu, negara ini telah kehilangan hampir lima juta penduduk. National Institute of Population and Social Security Research memprediksi populasi akan turun di bawah 100 juta jiwa pada tahun 2048.
Angka ini diperkirakan menjadi 87 juta jiwa pada tahun 2060. Dengan kata lain, lebih dari 40 juta orang—atau sepertiga populasi—akan hilang dalam waktu lebih dari setengah abad.
Perdana Menteri Shigeru Ishiba mengakui situasi ini. Ia menyatakan: "Kita perlu menyadari bahwa tren penurunan kelahiran belum tertahan. Namun, jumlah pernikahan menunjukkan peningkatan. Mengingat eratnya hubungan antara jumlah pernikahan dan jumlah kelahiran, kita harus fokus pada aspek ini."
Baca Juga: Sustainability: Dimulai di Harajuku, Jepang Mulai Gerakan Fesyen Bekas Berkelanjutan
KOMENTAR