Ekaristi menjadi hasratnya seumur hidup. Carlo Acutis sering meminta orangtuanya untuk membawanya ke tempat kelahiran orang-orang kudus dan tempat terjadinya mukjizat ekaristi.
Tindakan kebaikan dan pengabdian untuk Gereja Katolik dan orang banyak
Carlo Acutis menunjukkan minat dalam membantu orang lain sejak usia muda. Ia sering membela teman-teman sekolahnya yang diganggu. Bahkan, Carlo Acutis kerap menghabiskan uang yang diperolehnya untuk membeli barang-barang bagi orang-orang yang mengalami kemiskinan. “Misalnya kantong tidur untuk seorang pria tanpa rumah yang ditemuinya dalam perjalanan ke gerejanya,” Ostberg menambahkan.
Ia juga berusaha membantu orang tua dan penyandang cacat di komunitasnya serta para pengungsi. Pengabdiannya mengilhami orang tuanya untuk menjadi penganut Katolik yang taat. Ibu pun menjadi sangat taat. Sang ibu bahkan mendaftar di kursus teologi sehingga ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan keagamaan putranya dengan lebih baik.
Selain menjalankan imannya, Acutis senang bermain gim video dan terpesona dengan komputer. Ia belajar cara menggunakan Internet sejak usia dini dan belajar sendiri pemrograman komputer dan desain grafis. Namun, ia membatasi dirinya untuk bermain gim video selama 1 jam seminggu. Hal itu dilakukannya sebagai bentuk penebusan dosa dan disiplin spiritual.
Carlo Acutis mendokumentasikan kemajuan spiritualnya dengan membuat buku harian. Di sana, ia menuliskan “nilai baik” untuk perilaku baik dan “nilai buruk” untuk saat ia gagal memenuhi harapannya sendiri.
Pada usia 11 tahun, ia mulai mempelajari lebih banyak tentang mukjizat ekaristi sepanjang sejarah.
Dalam sebuah wawancara tahun 2023 dengan EWTN News Nightly, ibunya mengenang: “Ia biasa berkata, 'Ada antrean di depan konser, di depan pertandingan sepak bola. Tetapi saya tidak melihat antrean ini di depan Sakramen Mahakudus.'... Jadi, baginya Ekaristi adalah pusat hidupnya.”
Carlo Acutis membuat situs web untuk mendokumentasikan mukjizat ekaristi di seluruh dunia. Anak remaja itu akhirnya membuat katalog lebih dari 150 mukjizat. Dengan penuh kesabaran, ia mencantumkan mukjizatberdasarkan negara dan tanggal dalam hampir 20 bahasa yang berbeda.
Untuk setiap mukjizat, Carlo Acutin membuat halaman web yang dapat diunduh dan dicetak. Ia juga menyertakan peta, video, dan museum virtual di situs tersebut. Situs web tersebut menjadi alat bantu pengajaran agama bagi banyak paroki di seluruh dunia.
Oleh Gereja Katolik, situs wenya menjadi contoh bagaimana teknologi dan Internet dapat digunakan untuk kebaikan spiritual dan menyebarkan Injil.
Baca Juga: Paus Menjadi Santo: Dulu Hal yang Biasa, Mengapa Kini Sangat Jarang?
Source | : | britannica,Vatican News |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR