Mansa Musa juga membangun masjid sekembalinya. Ia juga memulai lembaga pendidikan yang membuat kota itu terkenal sebagai pusat pembelajaran Islam. Koleksi buku yang besar dikumpulkan di perpustakaan sekolah. Buku-buku tersebut mencakup topik yang berkisar dari ajaran Islam hingga matematika.
Berjumlah ratusan ribu, sejumlah besar dari perpustakaan tersebut masih ada hingga saat ini, meskipun dalam kondisi yang rapuh. Sebagian besar buku yang dikumpulkan oleh Mansa Musa kini dimiliki oleh pihak swasta. Secara kolektif, perpustakaan-perpustakaan tersebut disebut sebagai Perpustakaan Timbuktu yang Hilang.
Apa Penyebab Kemunduran Timbuktu?
Timbuktu sebagian besar belum dijelajahi oleh orang Eropa selama bertahun-tahun hingga tahun 1828. Hal ini disebabkan karena letak geografisnya yang terpencil.
Saat ini, kota tersebut masih cukup terisolasi dengan sedikit jalan bagus yang menghubungkannya. Para penjelajah Eropa mulai tertarik pada kota tersebut setelah menemukan tulisan-tulisan Leo Africanus. Africanus adalah seorang diplomat Andalusi, pada tahun 1500-an. Hal ini terjadi setelah ia mengunjungi Timbuktu dan mencatat temuannya dalam sebuah buku berjudul Geographical History of Africa. Reputasi kota yang sulit dijangkau dan bahaya perjalanan menambah kesan mistisnya.
Maka pada tahun 1828, René-Auguste Caillié, seorang penjelajah Prancis, menjadi orang Eropa pertama yang mengunjungi kota tersebut. Sebelumnya, ia telah didahului oleh Mayor Gordon Laing, seorang perwira Inggris. Akan tetapi, Gordon dibunuh pada bulan September 1826, beberapa minggu setelah ia meninggalkan kota tersebut.
Catatan Gordon tentang perjalanan dan kota tersebut disusun dan diterbitkan secara anumerta dalam sebuah buku berjudul Travels Through Central Africa to Timbuktu and Across the Great Desert to Morocco. Selanjutnya, Prancis menjajah Timbuktu pada tahun 1890-an.
Bagaimana dengan Perpustakaan Timbuktu yang Hilang Saat Ini?
Baru setelah Mali memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1960, negara tersebut mulai mencari dan melestarikan tulisan-tulisan lama Timbuktu. The Ahmed Baba Institute didirikan pada tahun 1973 untuk membantu menyelamatkan tulisan-tulisan lama tersebut. Pusat penelitian ini dinamai menurut nama sarjana terkenal Timbuktu, Ahmed Baba al Massufi. Ia diasingkan ke Marrakesh, Maroko, setelah Sultan Maroko menyerang dan mengambil alih Timbuktu pada tahun 1591.
Tulisan-tulisan terkenal Timbuktu diperkirakan berjumlah ratusan ribu. Banyak di antaranya berasal dari tahun 1300-an hingga 1500-an. Pada periode itu, Timbuktu menjadi pusat pembelajaran dan perdagangan Islam yang besar. Sering kali ditulis dalam bahasa Arab dan beberapa bahasa daerah, banyak teks yang disimpan selama bertahun-tahun dalam koleksi buku keluarga.
Teks kemudian diwariskan dari generasi ke generasi. Buku-buku tersebut mencakup salinan teks yang ditulis oleh penulis terkenal. Seperti Ibnu Sina, Aristoteles, Claudius Ptolemeus, dan Plato. Ada upaya yang sedang berlangsung untuk membuatnya dapat diakses oleh masyarakat.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR