Nationalgeographic.co.id - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kalimantan Timur, dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) melalui Program Koralestari menyelenggarakan Lokakarya Hasil Studi Kelayakan Awal Nilai Ekonomi Karbon Biru di Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya (KKP3K-KDPS).
Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen bersama untuk melindungi ekosistem pesisir dan mendukung upaya mitigasi perubahan iklim melalui pelestarian ekosistem karbon biru, serta dilaksanakan pada Selasa (20/5/2025) di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.
KKP3K-KDPS yang terletak di Bentang Laut Sulu Sulawesi dengan total luas 285.548,95 hektare adalah kawasan yang kaya keanekaragaman hayati laut dan pesisir.
Kawasan ini dikenal sebagai jalur migrasi biota laut penting dan wilayah perikanan bernilai ekonomis tinggi. Kawasan ini juga memiliki hutan mangrove seluas 17.704 hektare dan padang lamun seluas 1.808 hektare.
Wilayah ini juga menjadi habitat bagi setidaknya 397 spesies, termasuk 162 spesies yang diklasifikasikan sebagai Nilai Konservasi Tinggi (NKT), seperti burung, mamalia, terumbu karang, dan ikan yang terancam punah. Melihat fakta-fakta ini, maka penting untuk mengelolanya secara kemitraan dan berkelanjutan.
Salah satu aspek yang penting untuk dikaji adalah terkait potensi karbon biru. Karbon biru adalah karbon yang tersimpan dalam ekosistem pesisir dan laut, seperti mangrove dan padang lamun.
Untuk mendukung pembiayaan konservasi, YKAN bersama para mitra melakukan studi kelayakan awal guna menilai potensi nilai ekonomi karbon berdasarkan standar yang ada. Dari hasil studi menunjukkan bahwa potensi ekosistem karbon biru di KKP3K-KDPS memiliki nilai ekonomi yang dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan secara berkelanjutan.
Dari hasil studi menunjukkan bahwa aksi melalui upaya perlindungan dan rehabilitasi karbon biru di KKP3K-KDPS berpotensi mereduksi emisi sebesar 72.505 ton CO2e per tahun. Terkait nilai ekonomi karbon, potensi tersebut dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan secara berkelanjutan.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kalimantan Timur Irhan Hukmaidy mengatakan, KKP3K-KDPS memiliki nilai penting untuk mitigasi perubahan iklim dan pelestarian keanekaragaman hayati dan inisiatif ini mencerminkan komitmen kami terhadap pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan melalui inovasi, sains, dan kolaborasi.
"Pengelolaan yang terintegrasi dan terkoordinasi dari sektor karbon hijau dan karbon biru penting adanya. Oleh karena itu, dari hasil studi dan pemanfaatan karbon biru nantinya harus menghasilkan strategi dan aksi mitigasi perubahan iklim untuk Provinsi Kalimantan Timur,” terang Irhan.
Mewakili pihaknya, Irhan juga mengungkapkan apresiasi kepada YKAN dan mitra yang telah melakukan studi ini, sehingga berguna untuk basis data potensi karbon, keanekaragaman hayati, dan strategi pengembangan nilai ekonomi karbon biru nantinya.
"Harapan kami ekosistem karbon biru tetap terjaga dan juga bisa melindungi khususnya wilayah pantai, menjadi wilayah penyangga, mencegah erosi dan bencana alam di Provinsi Kalimantan Timur. Secara kolaboratif dari upaya ini dapat dihasilkan hal terbaik dalam pengembangan dan pemanfaatan ekonomi karbon biru untuk mitigasi perubahan iklim dan menghasilkan nilai ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya," tambahnya.
Lebih lanjut Irhan menyampaikan bahwa untuk mendukung pengelolaan berkelanjutan KKP3K-KDPS, saat ini Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang bertugas sebagai unit pengelola KKP3K-KDPS sedang berproses menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan-Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).
Harapannya potensi karbon biru ini juga akan mendukung unit pengelola dalam mencapai tujuan pembiayaan berkelanjutan bagi konservasi dan pengelolaan ekosistem mangrove dan lahan basah.
Leny Dwihastuty dari Direktorat Konservasi Ekosistem KKP menjelaskan, Hasil studi yang dilakukan YKAN dan mitra merupakan dasar dari perencanaan yang baik. Rencana pengembangan proyek karbon biru di KKP3K-KDPS relevan dengan target pemerintah terkait ekonomi biru dan Nationally Determined Contribution (NDC) 2030.
"Dalam hal ini memberi legitimasi hukum untuk pengembangan skema karbon biru berbasis kawasan konservasi. Selain itu, posisi KKP3K-KDPS sebagai ekosistem dengan nilai biodiversitas tinggi berpotensi menghasilkan nilai ekonomi karbon yang premium," kata Leny.
"Namun perlu dipastikan aktivitas pemanfaatan karbon biru tidak mengurangi nilai konservasi kawasan, tetapi justru memperkuatnya melalui restorasi mangrove dan lamun. Dorong agar hasil karbon dimanfaatkan juga untuk pendanaan konservasi dan pemberdayaan masyarakat pesisir, sebagai bagian dari benefit-sharing,” lanjutnya.
Dukungan untuk keberlanjutan
Karbon biru adalah aset berharga yang dimiliki KKP3K-KDPS. Dengan strategi konservasi keanekaragaman hayati yang terintegrasi, didukung oleh kolaborasi antar pemangku kepentingan, dapat menghasilkan manfaat ekologis dan sosial-ekonomi jangka panjang.
Manajer Senior YKAN Provinsi Kalimantan Timur Niel Makinuddin mengatakan, kolaborasi tersebut merupakan bagian dari komitmen pihaknya dalam mendukung Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupaten Berau untuk mendukung pengelolaan berkelanjutan di KKP3K-KDPS dengan mengedepankan ilmu pengetahuan dan kemitraan.
"Kolaborasi para pihak menjadi kunci kesuksesan pengelolaan KKP3K-KDPS,” kata Niel.
Direktur Program Kelautan YKAN Muhammad Ilman menambahkan, upaya tersebut diharapkan dapat memperbaiki kondisi ekosistem, mengurangi emisi karbon, dan memperkuat mata pencaharian masyarakat, khususnya di desa-desa yang bergantung pada ekosistem mangrove.
"Melalui pelaksanaan Program Koralestari yang didukung oleh Global Fund for Coral Reefs (GFCR), saat ini YKAN berupaya mendukung munculnya sumber-sumber pendanaan inovatif untuk konservasi dan restorasi terumbu karang di Indonesia, yang bertumpu pada pendanaan mandiri, termasuk dari potensi karbon biru,” pungkas Ilman.
Penulis | : | Yussy Maulia |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR