Sementara itu, dosen koordinator mata kuliah Foto Jurnalistik, Taufan Wijaya, menekankan pentingnya pameran seperti ini sebagai ruang ekspresi mahasiswa di tengah tantangan dunia jurnalistik yang terus berubah. Ia mengakui bahwa jumlah mahasiswa jurnalistik cenderung menurun, tetapi kreativitas tetap bisa tumbuh lewat pendekatan-pendekatan baru.
“Kita nggak bisa pakai formula tetap, yang penting mahasiswa bisa melihat hal-hal di sekitar mereka yang luput dari radar media. Mereka bebas dari beban redaksi, jadi bisa lebih ekspresif,” jelasnya.
Pameran ini juga tetap mempertahankan format analog atau fisik sebagai bentuk pengalaman langsung bagi pengunjung. Meski digelar dengan dana terbatas dan teknik sederhana, Taufan melihatnya sebagai langkah awal yang menjanjikan.
Pameran Frame of Story bukan hanya sekadar tugas akhir, melainkan ruang aktualisasi mahasiswa untuk mengekspresikan suara melalui visual, serta mengembalikan semangat bercerita dalam dunia jurnalistik yang terus berevolusi.
“Dengan pameran fisik, orang bisa lebih fokus. Mereka bisa tertarik dengan satu-dua foto, lalu berhenti dan melihat lebih banyak," kata Taufan. "Ini semacam latihan untuk mengembalikan daya fokus di tengah dunia yang serba cepat.”
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Donny Fernando |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR