Nationalgeographic.co.id - Akhir-akhir ini, ilmuwan di dunia tertarik dengan serangga. Mereka bertanya-tanya mengenai gizi yang terkandung di dalamnya, serta bagaimana dampaknya pada tubuh manusia. Apakah benar serangga bermanfaat bagi tubuh manusia?
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa serangga lebih mudah dicerna daripada makanan lain dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang yang mengonsumsi serangga pun melaporkan bahwa serangga terasa sangat lezat.
Baca Juga: Gigi Langka dari Hiu Raksasa Purba Ditemukan di Pantai Australia
Valerie Stull dari University of Wisconsin Madison melakukan penelitian tentang efek jangkrik bagi kesehatan seseorang. Ia juga mencari tahu apakah jangkrik akan berguna untuk diet.
Diakui oleh Stull, penelitian tersebut bermula ketika ia mencicipi semut goreng saat pergi ke Amerika Tengah. Menurutnya, serangga yang dimakannya tersebut terasa lezat.
Stull beserta rekannya melakukan uji coba klinis yang menguji dampak dari memakan jangkrik pada mikrobiota usus manusia. Penelitian tersebut melibatkan 20 orang yang dinyatakan sehat dengan usia 18 hingga 48 tahun. Selama 2 minggu, beberapa dari mereka makan sarapan biasa, sementara yang lain makan sarapan yang dicampur dengan 25 gram jangkrik bubuk.
Peneliti mengumpulkan sampel biologis, yaitu darah dan kotoran, serta informasi tentang kesehatan gastrointestinal peserta. Peneliti kemudian menganalisis biomarker yang relevan seperti gula darah, penanda yang mengindikasikan kesehatan hati, tanda peradangan, dan perubahan mikrobiota usus.
Hasilnya, peneliti tidak menemukan adanya perubahan yang signifikan terhadap kesehatan pencernaan peserta, dan tidak ada perubahan populasi bakteri pada usus. Peneliti juga tidak menemukan adanya perubahan pada tingkat peradangan usus peserta. Peserta uji coba juga melaporkan tidak ada efek samping atas uji coba tersebut.
Baca Juga: Jadi Sarang Bakteri dan Jamur, Kapan Kita Harus Mencuci Seprai?
Namun, para peneliti mengamati dua perubahan penting mengikuti integrasi jangkrik ke dalam diet para peserta.
Pertama, mereka melihat bahwa tingkat enzim metabolik yang terkait dengan kesehatan usus yang lebih baik telah meningkat. Kemudian, mereka melihat bahwa tingkat protein darah terkait dengan peradangan (TNF-alpha) telah menurun. Tingkat yang lebih tinggi dari TNF-alpha biasanya sering terlihat pada depresidan bahkan kanker .
Selain itu, peneliti melihat adanya peningkatan pada populasi bakteri usus yang baik, seperti Bifidobacterium animalis.
Source | : | medicalnewstoday.com |
Penulis | : | Mar'atus Syarifah |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR