Temuan di atas kemudian membuat peneliti menyimpulkan bahwa seorang tuna netra mengalami mimpi buruk empat kali lebih sering dibandingkan dengan orang lain yang masih memiliki indra penglihatan.
Baca Juga : Suku Pedalaman Huaorani, Berbahasa Beruang dan Memiliki Kaki yang Unik
Menurut peneliti, perbedaan tersebut kemungkinan berhubungan dengan teori evolusioner, mengapa bermimpi, yakni bahwa mimpi merupakan simulasi ancaman agar manusia dapat beradaptasi terhadap kehidupan.
Mimpi buruk sendiri adalah cara otak memproses dan merespon ancaman-ancaman terhadap rasa aman dan nyaman. Oleh karena itu, tidak heran jika seorang tuna netra lebih sering megalami mimpi buruk, seperti tersesat, tertabrak mobil, jatuh ke lubang di jalanan dan kehilangan anjing penuntun mereka. Semua mimpi tersebut merupakan ancaman nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Peneliti BRIN dan Inggris Berkolaborasi Mengatasi Permasalahan Sampah Plastik di Indonesia
Source | : | Kompas.com,National Geographic |
Penulis | : | Loretta Novelia Putri |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR