Nationalgeographic.co.id - Sebuah studi dari Tiongkok menemukan hubungan nyata antara rendahnya kadar kebahagiaan penduduk kota dengan pencemaran udara yang beracun.
Para peneliti menggunakan data real-time suasana hati orang-orang yang diperoleh dari media sosial, kemudian membandingkannya dengan kadar materi partikulat di udara yang berkaitan dengan penyakit paru-paru.
Untuk mengukur tingkat kebahagiaan penduduk di 144 kota di Tiongkok tersebut, para peneliti menggunakan algoritma untuk menganalisis 210 juta cuitan di situs media sosial paling populer, Sina Weibo.
Baca Juga: Paparan Polusi Udara Sebabkan Masalah Kesehatan Mental Bagi Anak Muda
"Media sosial memberikan ukuran nyata dari kadar kebahagiaan seseorang. Itu juga memberikan banyak data dari kota-kota berbeda," kata Profesor Siqi Zheng, pemimpin penelitian sekaligus ilmuwan dari Massachuseets Institute od Technology.
Setelah menganalisis data tersebut, mereka lalu menggabungkannya dengan informasi tentang materi partikulat dan pola cuaca.
Hasilnya menunjukkan bahwa lonjakan polusi udara berkaitan dengan penurunan kebahagiaan. Terutama pada wanita dan orang-orang dengan pendapatan lebih tinggi.
Sebanyak 58 warga yang sehari-hari beraktivitas di Jakarta bakal mengajukan gugatan melawan pemerintah atas buruknya udara Jakarta. Advokat LBH Jakarta Ayu Eza Tiara mengatakan, pihaknya mantap mengajukan gugatan setelah tak mendapat respons baik dari Pemprov DKI dan lembaga lainnya.
Baca Juga: Penelitian: Polusi Udara Membunuh Lebih Banyak Orang Dibanding Rokok
"Pada bulan Desember kami sudah melakukan notifikasi, orang yang digugat punya 60 hari untuk melakukan perbaikan. Namun, nyatanya dari Desember sampai kini tidak pernah memberikan respons baik," ujar Ayu dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019).
Ayu mengatakan, Pemprov DKI tak pernah melaporkan upaya memperbaiki udara Jakarta. Ia juga menyayangkan sikap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang malah menyatakan mengapresiasi gugatan.
"Kami tidak butuh apresiasi, yang kami perjuangkan hak asasi manusia," kata Ayu. Menurut dia, kualitas udara Ibu Kota Jakarta kian memburuk. Hal ini terlihat dari pemantauan selama libur Lebaran.
Baca Juga: Korea Selatan dan Tiongkok Atasi Polusi Udara dengan Hujan Buatan
Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengatakan, kualitas udara Jakarta masih terpantau berbahaya selama Lebaran. Berkurangnya kendaraan karena aktivitas mudik dan libur perkantoran selama sepekan tidak memberikan dampak signifikan pada perbaikan kualitas udara Jakarta.
Pada H-1 sebelum Lebaran atau 4 Juni 2019, partikel polusi yang sangat berbahaya yakni PM 2,5, tingkat hariannya mencapai 70,8 ug/m3. Angka itu berada di atas baku mutu udara nasional sebesar 65 ug/m3.
“Ini menunjukkan bahwa polusi udara Jakarta sangat parah dan sumbernya tidak hanya berasal dari kendaraan bermotor saja, tapi dari berbagai sumber pencemar yang ada di sekeliling Jakarta," ujar Bondan.
Baca Juga: Larangan Merokok Singapura Sebagai Langkah Mengurangi Polusi Udara
Sumber pencemaran yang dimaksud di antaranya 8 buah PLTU (22 unit) ditambah dengan rencana penambahan 4 buah PLTU Batubara baru (7 unit) yang berada dalam radius 100 kilometer dari Jakarta.
Dampak kesehatan atas pencemaran udara, khususnya PM 2.5 mengakibatkan sejumlah penyakit pernapasan serius, mulai dari infeksi saluran pernafasan (ISPA), jantung, paru-paru, resiko kematian dini, hingga kanker paru.
"Pemerintah baik pusat maupun daerah secara pelan-pelan sedang membunuh warganya sendiri apabila tidak juga serius dalam menangani masalah pencemaran udara dan mengambil langkah yang nyata untuk menutup sumber pencemar udara," kata Bondan.
Melihat kondisi ini, Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) akan melayangkan gugatan warga negara atau citizen lawsuit (CLS) kepada sejumlah institusi pemerintahan untuk menuntut hak mereka dalam mendapatkan udara bersih di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca Juga: Bahaya Polusi Udara: Membuat Kita Bodoh dan Merusak Paru-Paru
Gugatan ini akan dilayangkan terhadap Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten.
Pada bulan April lalu, LBH Jakarta membuka Pos Pengaduan Calon Penggugat secara online dalam rangka pengajuan gugatan warga negara (citizen lawsuit) terkait pencemaran udara di Jakarta yang sudah di luar ambang batas.
Melalui pos pengaduan tersebut sebanyak 58 orang warga Jakarta yang sehari-hari beraktivitas di kota Jakarta (komunitas pesepeda, orang tua dari anak-anak, pekerja kantoran yang berjalan kaki dan menggunakan angkutan umum, dan sebagainya) telah mendaftarkan diri sebagai penggugat.
Soal gugatan ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku menerimanya dan mengapresiasinya.
"Kita terima kasih apresiasi pada LSM-LSM yang peduli pada lingkungan hidup. Data yang mereka buat, studi yang mereka lakukan itu bisa kita manfaatkan. Studi dari Greenpeace itu bermanfaat untuk kita pakai, jadi kita apresiasi," kata Anies di Balai Kota, Senin (10/6/2019) seperti dikutip dari wartakotalive.com.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR