Nationalgeographic.co.id – Ada cerita panjang di balik kenikmatan secangkir kopi. Kehadirannya di Nusantara tak lepas dari sejarah kolonialisme. Kisahnya bahkan tercatat dalam buku Max Haavelar karya Eduard Douwes Dekker.
Biji kopi dibawa oleh pemerintah Hindia Belanda dari Malabar, India ke Indonesia. Tidak serta-merta sukses dikembangkan, tantangan iklim, cuaca, hingga hama menguji eksistensinya.
Biji kopi memang masuk pertama kali ke Jawa. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, perkebunan kopi dan varietasnya berkembang hingga ke seluruh Nusantara. Sumatra dan Jawa menjadi salah satu penghasil kopi terbesar.
Baca Juga: Labuan Bajo Tak Hanya Komodo, Ada Aroma Juria Mengguncang Dunia
Pada 1706, pulau Jawa bahkan menjadi penyuplai kopi terbanyak ke Eropa. Kopi yang ditanam di Gunung Malabar mendunia dan disebut A Cup of Java. Seiring berjalannya waktu, cita rasa kopi Jawa perlahan menyebar ke berbagai sudut Tatar Sunda.
Bagi para pejalan yang menginginkan pengalaman liburan berbalut wisata kuliner, mencicip kenikmatan kopi arabika di beberapa destinasi ini patut untuk dicoba.
Kopi Malabar
Berlokasi di Pangalengan, sekitar 40 kilometer dari Selatan Bandung, di wilayah inilah brand “Java Preanger Coffer” lahir dan terbentuk. Berada 1.500 meter dari permukaan laut, para petani kopi dengan tekun merawat dan menjaga kualitas biji kopi agar tetap prima.
Keberhasilan kebun kopi ini tak lepas dari sosok Slamet Prayoga. Keunikan kebun kopi miliknya bukan cuma isapan jempol, sosok yang kerap dipanggil Yoga ini telah mengantongi berbagai penghargaan internasional, di antara yakni specialty coffe serta kopi filter MICE Melbourne di Australia.
Keunikan kebun kopi Malabar juga disebabkan oleh banyaknya varian rasa yang dihadirkan. Mulai dari Malabar Honey dengan kandungan rasa vanila hingga Malabar Natural yang terasa seperti nangka dan pisang.
Baca Juga: Kopi atau Teh Hijau? Preferensi Makanan Kita Ternyata Dipengaruhi Faktor Genetika
Malabar juga turut membudidayakan Luwak melalui penangkaran bernama Penangkaran Luwak Malabar, guna membuat Kopi Luwak berstandar tinggi.
Untuk mengunjungi lokasi perkebunan, pejalan dapat memulai perjalanan di pagi hari dari pusat Kota Bandung menuju desa Pasir Mulya, lokasi perkebunan kopi Malabar berada.
Sesampainya di lokasi, pejalan harus melalui jalan perkebunan secara berjalan kaki atau menggunakan motor dengan jarak 3 kilometer.
Jalur perjalanan yang cukup melelahkan akan terobati seketika setelah berada di areal perkebunan. Di sini, pejalan bisa menikmati suasana dingin ala kota kembang, sekaligus melihat-lihat areal perkebunan.
Jika ingin rehat sejenak, pejalan bisa menumpang di saung yang ada di sekitar, sekaligus melihat hamparan biji kopi yang sedang dijemur di atas permukaan tanah.
Melalui jalan setapak, pejalan akan diajak berkunjung ke Penangkaran Luwak Malabar yang terdiri dari kandang-kandang luwak berukuran 2,5 x 2,5 meter.
Baca Juga: Kopi Tiom, Memunguti yang Diabaikan
Uniknya, meski luwak menjadi hewan yang memproses biji kopi, pihak pengelola justru hanya sesekali memberikan kopi pada luwak sebagai selingan. Sisanya, para luwak justru diberikan makanan biasa, seperti buah-buahan.
Jika memiliki waktu lebih, tidak ada salahnya untuk menjajal proses pemetikan biji kopi dari pohonnya. Mintalah bantuan petugas guna menghindari salah pemetikan sekaligus mempelajari cara menentukan kapan biji kopi sudah bisa dipanen.
Melalui kunjungan ke kopi Malabar, pejalan bisa mencicipi langsung cita rasa kopi yang mendunia. Di lokasi kafe, pejalan bisa mencium aroma biji kopi yang sudah dibersihkan dari cangkangnya.
Selain itu, jangan lupa untuk mencoba kopi luwak tubruk yang menjadi ikon dari perkebunan ini. Untuk urusan higientias, kopi luwak sudah melalui pencucian ganda serta mengalami proses penjemuran untuk menjaga kebersihannya.
Kopi Gunung Puntang
Sempat menjadi jawara kategori rasa dalam ajang Specialty Coffee Association of America Expo di Atlanta, Amerika Serikat pada 2016 lalu. Kopi Gunung Puntang masih dikenal luas oleh para pecinta kopi.
Karakter kopinya yang lebih manis dari kopi kebanyakan, membuat kopi Gunung Puntang cocok dikonsumsi mereka yang senang menjelajah rasa. Ketika dicicip, notes karamel dan serai langsung terasa di lidah.
Rasa unik ini rupanya bukan disengaja, tingkat pH tanah yang berada di kisaran 5,6-6 membuat perkebunan kopi ini bisa tumbuh dengan baik. Kehadiran tanaman penaung serta intensitas cahaya yang pas, membuat biji kopi menjadi kaya rasa.
Baca Juga: Apa Perbedaan Kopitiam dan Kedai Kopi Kekinian?
Berpiknik ke lokasi perkebunan kopi Gunung Puntang, akan lebih baik dilakukan sebelum sore hari guna mendapatkan pengalaman berkeliling kebun yang maksimal. Pejalan yang belum pernah melihat pohon kopi mungkin akan terkejut ketika melihat buah kopi yang ranum dan berwarna merah layaknya ceri.
Melalui dataran pegunungan yang berliku, pendakian di wilayah ini semakin terasa lengkap berkat adanya kesempatan untuk memetik buah kopi yang sudah merah, sekaligus ikut membersihkan batang yang tumbuh di sisi-sisinya.
Kegiatan piknik kemudian ditutup dengan menyaksikan proses pengolahan biji kopi hingga menjadi siap minum. Sesi mencicipi jenis kopi (cupping) menjadi daya tarik yang tak boleh dilewatkan.
Pejalan juga akan diajari cara mencicipi kopi yang benar, agar orisinalitas rasa dari masing-masing kopi bisa terasa di setiap tegukannya
Kopi Gunung Cikuray
Berbeda dari kedua kopi sebelumnya, kopi yang ditanam di sekitaran gunung Cikuray, Garut ini justru memiliki aroma kayu yang sangat kuat. Teksurnya yang lebih kental juga membuat varietas kopi ini berbeda dengan kopi di wilayah lain.
Beberapa petani juga mengembangkan kopi dengan buah berwarna kuning sebagai varian lain dari kopi arabika Gunung Cikuray, rasanya pun cukup unik, yakni sensasi kecut ala asam jeruk dengan tekstur yang kental.
Untuk mengunjungi perkebunan ini, pejalan bisa mencoba lokasi pendakian yang tersebar di berbagai wilayah di gunung. Aktivitas bisa dilanjutkan melalui kunjungan ke wilayah perkebunan sembari melihat-lihat biji kopi yang mulai matang.
Baca Juga: Menyelamatkan dan 'Mengadopsi' Barista Korban PHK Lewat Gerakan Barista Asuh
Layaknya kedua destinasi sebelumnya, proses pemetikan, penjemuran, hingga proses penumbukan juga bisa ditemui langsung di lokasi ini. Untuk menikmati sensasi rasa kopi Gunung Cikuray, beberapa spot kafe merangkap koffee shop tersebar luas di pinggir jalan pegunungan untuk disinggahi.
Lewat perjalanan mengunjungi berbagai destinasi penghasil kopi terbaik nusantara, pejalan diharapkan dapat tetap mematuhi protokol kesehatan berupa penerapan protokol kesehatan menggunakan masker, menjaga jarak aman, dan mencuci tangan (3M).
Terapkan pula prinsip Clean, Health, Safety, Environment (CHSE) saat menaiki kendaraan umum atau pribadi ketika menuju tempat wisata, berkuliner, hingga menjelajah agar kesehatan tetap terjaga.
Penulis | : | Fathia Yasmine |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR