Nationalgeographic.co.id—Di ruang kecil nan dingin di Bogor, Azwar Hadi Nasution, seorang pria bertubuh tambun, mengamati jajaran stoples di rak dengan lekapan label warna-warni. Wadah kaca itu berisi benih padi dan kacang- kacangan yang menentukan masa depan pangan kita.
Ia menyodorkan wadah-wadah itu ke hadapan saya: di dalamnya terlihat benih padi dengan sehelai rambut hitam tebal di ujungnya, benih koro benguk dengan motif seperti kulit ular sanca, benih jagung yang berwarna hitam legam, benih koro begog yang putih bagai pualam, serta kedelai yang hitam berkilauan diterpa sinar lampu neon. Di depan ruang berukuran sekitar 3,5 x 4 meter itu terpampang sebuah papan putih bertuliskan: Koleksi Benih, Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI).
Azwar, Ketua Bidang Koleksi Bank Benih itu hafal betul asal dan keunggulan tiap butir benih padi yang berdiam di ruangan. Koleksi padi, jagung, kedelai, palawija, dan hortikultura yang tersimpan di dalam wadah kaca maupun amplop cokelat yang bersembunyi di dalam laci itu mencapai enam ratus jumlahnya, belum lagi varietas baru yang sedang berada di lahan lembaga tersebut. Inilah koleksi benih yang sebagian besar merupakan milik petani yang tergabung dalam jaringan AB2TI, yang cakupannya melingkup delapan provinsi dan hampir 60 kabupaten di Indonesia.
Andreas Dwi Santosa, Ketua Umum AB2TI yang juga Guru Besar Fakultas Pertanian IPB, mengajak saya melangkah ke bawah naungan paranet, yang melindungi koleksi varietas lokal padi-padian di halaman. Di dalam ratusan ember berwarna hijau, merah, dan biru yang ronanya sudah kusam digerus cuaca, berbagai macam tanaman padi varietas lokal maupun introduksi dikembangkan. Dedaunan padi menjulur dari tanah dalam ember tersebut.
Baca Juga: Masa Depan Pangan, Menguak Rahasia yang Terkandung oleh Jamur dan Pisang
Penulis | : | Titania Febrianti |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR