Sejarah Mi
Dari penggalian arkeologis pada sebuah makam kuno, ditemukan bahwa mi merupakan makanan populer pada masa Dinasti Tang (618-907). Ia dibuat dari tepung gandum murni. Di daerah Tiongkok utara, mi biasa dijadikan sajian utama pada malam tahun baru Imlek sebagai pengharapan berkah umur panjang bagi seluruh anggota keluarga.
Bicara soal masak-memasak tidak terlepas dari proses pembuatannya yang melalui teknik tertentu. Pada masa Dinasti Han teknik pembuatan adonan datang dari Timur Tengah yang dipadukan dengan fermentasi. Pada masa itu ada makanan yang dikenal dengan nama bing. Di zaman modern ini bing mengacu kepada makanan atau kue yang berbentuk bundar, pipih dan tipis. Biskuit dinamakan binggan,terdiri dari karakter bing (karena berbentuk bundar, pipih dan tipis) dan ganyang berarti ‘kering’. Demikian warga Han menyebut biskuit yang tampaknya sesuai dengan wujudnya bukan kue basah.
Baca Juga: Langsung Makan Mi Saat Berbuka Puasa, Amankah Bagi Tubuh Kita?
Karakter bing dalam aksara Tiongkok terdiri atas radikal shi yang berarti ‘makanan’ dan bing yang berarti ‘menggabungkan’. Proses pembuatannya disebut he bing yang berarti ‘menggabungkan/mencampurkan‘ tepung dan air. Pada umumnya bing terbuat dari gandum, tetapi ada juga dari beras yang dimakan melalui proses rebus, panggang atau kukus. Roti, kue, bubur, pangsit dan mi termasuk ke dalam bing.
Melalui penjelasan di atas, mi termasuk ke dalam kelompok makanan yang disebut bing. Pada masa dinasti Han, mi rebus mendapat tempat terhormat di istana, selalu hadir sebagai menu utama dalam pelbagai upacara kenegaraan, disebut tangbing atau ‘mi kuah’. Mi jenis ini biasanya juga disajikan pada acara menjelang musim panas atau furi. Begitu populer dan pentingnya mi kuah, sampai-sampai ada pejabat pengurus pembuatan mi yang disebut tangguan. Tang berarti ‘sup’ atau ‘kuah’ dan guan berarti ‘pejabat’, secara harfiah tangguan bermakna ‘pejabat sup’.
Penulis | : | Agni Malagina |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR