Gelombang pertama datang dari pasukan Dinasti Yuan. Mereka adalah orang Tartar dan Han yang menyerang Jawa atas perintah Kubilai Khan pada tahun 1292-1293. Dalam perjalanan ke Jawa, mereka sempat merapat ke Kalimantan Barat sebagai tempat persinggahan.
Namun, perjalanan ke Jawa membawa petaka. Kekalahan mereka di tangan Raden Wijaya membuat mereka harus siap dikenai hukuman pancung oleh sang Khan. Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk membelot dan menetap di Kalimantan Barat.
Sementara itu, gelombang kedua datang dari awak kapal Laksamana Cheng Ho pada periode 1405-1433. "Laksamana Cheng Ho pernah melakukan tujuh kali ekspedisi ke Nanyang [Asia Tenggara]. Menurut legenda, beberapa dari mereka menetap di Kalimantan," ungkap Hasan. Saat ini, jejak keturunan dari awak kapal Cheng Ho dapat terlihat dari keberadaan komunitas Islam Tionghoa bermazhab Hanafi di Sambas.
Baca Juga: Gerakan Rahasia White Lotus dan Hancurnya Dinasti Mongol di Tiongkok
Sementara itu, gelombang ketiga dan terbesar terjadi pada tahun 1740-1760. Kedatangan tersebut tidak lepas dari penemuan emas di Monterado. Kala itu, Sultan dari Sambas dan Panembahan Kerajaan Mempawah mendatangkan orang Tionghoa untuk menjadi tenaga penambang di sana.
Posisi Monterado tidak dapat diakses melalui laut. Untuk mentransportasikan hasil tambang, orang Tionghoa harus melalui desa pesisir bernama Singkawang.
Orang Tionghoa terkesima melihat desa ini. Bagi mereka, posisi Singkawang memiliki fengshui yang bagus karena memiliki gunung, sungai, dan lautan. Mereka menamakannya San Khieu Yong, yang secara literal berarti "gunung muara laut".
Baca Juga: Kopitiam, Riwayat Penyebutan Kedai Kopi Pusaka Peranakan Cina
Menurut orang Tionghoa, ketiga unsur geografis ini menjadi bagian yang vital dalam menunjang pertanian dan perdagangan. Alasan inilah yang menyebabkan banyak orang Tionghoa yang mulai menetap di Singkawang.
Dalam perkembangannya, orang Tionghoa membangun Singkawang menjadi kota pelabuhan yang ramai. Pelabuhan tersebut menjadi tempat orang Tionghoa untuk menjual hasil tambang. "Untuk menghindari konflik antara penambang," ujar Hasan," mereka membentuk kongsi-kongsi dagang."
Seiring waktu, kongsi-kongsi ini berkembang pesat. Dua kongsi menjadi kekuatan dominan, yakni Federasi 14 Kongsi Heshun Zongting yang berdiri pada 1776, dan Kongsi Lanfang yang berdiri setahun setelahnya.
Penulis | : | Eric Taher |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR