Nurhadi melanjutkan, “Di mana pun Minanga itu, dalam dugaan saya masih terletak di suatu tempat di sepanjang Sungai Musi.” Perjalanan pertama Dapunta Hyang dari suatu tempat—mungkin masih di Musi—tampaknya terkait dengan keagamaan, peringatan Waisak. Bukan mustahil tujuannya adalah Bukit Siguntang.
!break!
Pada tahun 1920-an, sebuah arca Buddha setinggi 2,77 meter ditemukan di bukit itu dan kini dipajang di halaman Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang. Seni pahatnya berciri Amarawati yang berkembang di India mulai abad ke-2 hingga ke-6. Bahannya diduga berasal dari bukit granit di Pulau Bangka.
Arca Buddha itu tampaknya dibangun sebelum masa prasasti Kedukanbukit. Melalui naskah berjudul The Archaeology of Hindoo Sumatra karya FM Schnitger (Leiden, 1937) saya mengetahui bahwa penemuan di Bukit Siguntang bukan hanya arca Buddha itu.
Arca Kuwera—dewa kemakmuran—juga ditemukan di Bukit Siguntang. Masih ada sejumlah temuan lain: kepala-kepala patung Buddha berbahan perunggu, kepala patung Bodhisattwa tanpa tubuh, potongan bagian bawah Bodhisattwa dan kepalanya yang telah terpisah, arca Sakyamuni utuh, serta dua patung perunggu Lokeswara utuh.
Dalam naskah Schnitger, Bukit Siguntang disebut sebagai “bukit suci” lantaran banyaknya temuan benda keagamaan di sana. Sangat mungkin bukit itu telah digunakan sebagai tempat keagamaan Buddhisme sebelum Dapunta Hyang menerbitkan prasasti Kedukanbukit. Selanjutnya, Bukit Siguntang tampaknya terus digunakan sebagai suatu pusat keagamaan.
“Dalam perjalanan kedua, pelayaran yang dimulai dari Minanga, Dapunta Hyang tampaknya melakukan ekspedisi militer yang dalam dugaan saya untuk menaklukkan tempat-tempat yang tidak patuh di pesisir timur Sumatra di sekitar muara Sungai Musi,” ucap Nurhadi. “Penaklukan-penaklukan itu dilakukan agar kepentingan dagang Sriwijaya dengan dunia luar tidak terganggu. Setelah berhasil, balatentaranya berkumpul di Mukha Upang. Lalu Dapunta Hyang mendirikan permukiman,” lanjutnya lagi.
Nurhadi setuju dengan Boechari bahwa Mukha Upang memang terletak di pertemuan Sungai Musi dan Sungai Upang. Berdasarkan hasil penelitian Nurhadi dan timnya, di sekitar lokasi tersebut terbukti ditemukan sisa-sisa peradaban bahkan sejak masa sebelum Sriwijaya.
Permukiman baru yang didirikan oleh Dapunta Hyang sendiri kemungkinan besar bukanlah di Mukha Upang. “Memang tidak disebutkan dalam prasasti, di mana letaknya. Tapi sepertinya tak jauh dari lokasi ditemukannya prasasti yakni di kawasan Karanganyar di Palembang sekarang,” kata Nurhadi.
“Sudah pasti demikian,” dukung Bambang Budi Utomo, ahli arkeologi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, yang saya jumpai di kesempatan lain.
“Permukiman baru itu bukanlah di Mukha Upang yang lebih merupakan tempat pertemuan balatentara Sriwijaya setelah berperang. Melainkan di sekitar lokasi penemuan prasasti,” paparnya.
Namun, jika Nurhadi Rangkuti menyatakan kota yang disinggahi I-Tsing itu masih di sekitar Musi, lain halnya Bambang. “Ini pemikiran saya belakangan ini lho, ya. Baru pemikiran,” Bambang membuka jawaban. Menurut dugaannya, Foshih yang dikunjungi I-Tsing pada persinggahan pertama mungkin salah satu dari beberapa pusat niaga di pesisir timur Sumatra.
Pusat-pusat niaga itu silih berganti lebih bersinar dibanding lainnya. “Foshih mungkin sebutan umum untuk pesisir timur Sumatra. Pelabuhan atau lokasinya sendiri bisa berganti-ganti, tergantung mana yang lebih ramai dibanding lainnya pada suatu masa,” ucapnya.
Berarti, Foshih yang disinggahi selama enam bulan oleh I-Tsing dalam persinggahan pertamanya belum dapat kita ketahui letaknya. Yang pasti, tempat itu memang kota Sriwijaya dan merupakan Minanga, permukiman Dapunta Hyang sebelum berpindah ke wanua baru di sekitar Karanganyar, Palembang. Mungkin di wanua baru inilah I-Tsing bermukim bertahun-tahun dalam persinggahannya yang kedua.
!break!
WANUA SRIwIJAYA
Pada suatu siang yang sangat terik, saya mengunjungi Bukit Siguntang. Yang disebut bukit itu sebenarnya hanyalah suatu kawasan yang lebih tinggi beberapa puluh meter saja dibanding dataran kota Palembang di bantaran Musi.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR