Studi terdahulu membuktikan bahwa kehidupan mikroba seperti Escherichia coli melakukan aksi bunuh diri. Namun, penelitian terbaru yang muncul dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B menyatakan bahwa menyudahi hidup sendiri adalah praktek umum di kehidupan mikroskopik.
Menurut Rolf Kümmerli, salah satu penulis penelitian ini dan pengajar di University of Zürich, Jerman, sel-sel di E.coli akan bunuh diri saat mendeteksi adanya virus parasit pembunuh bakteria.
Protein di E.coli akan aktif saat terjadi serangan virus. Proses ini, ditambah dengan adanya protein lain, memicu pengeringan lubang membran di sel bakteri yang membuat E.coli nampak seperti menusuk diri sendiri.
"Akibatnya, cairan sel penting dan komponen menghambur keluar yang berujung pada kematian sel. Sel yang mati dianggap seperti karung berlubang," ujar Kümmerli.
Bunuh diri seperti ini dianggap sebagai salah satu pilihan demi menyelamatkan kelangsungan hidup sesama atau keluarga. Kümmerli memberi contoh saat ada orangtua yang berlari ke dalam lokasi kebakaran demi menyelamatkan anaknya.
"Hal ini menguntungkan karena anggota keluarga yang diselamatkan berbagi gen dengan si penolong," ujar Kümmerli.
Dalam kehidupan mikroba, perilaku mencabut nyawa sendiri menguntungkan bagi sesama. Sebab, kematian satu individu mikroba dapat mencegah transmisi parasit yang bisa menyebabkan kematian sel mikroba terdekat dengannya.
Bunuh diri juga sering ditemukan dalam kehidupan serangga yang cenderung sosial dan dalam populasi besar, seperti semut dan lebah. Beberapa jenis semut bahkan diketahui meledakan diri sendiri untuk mencegah penyusup menyerang saudara mereka.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR