Melihat dari pengalaman ini, para peneliti di Jepang akhirnya mengembangkan sebuah metode yang menghilangkan risiko kehilangan sperma. Metode ini sebenarnya, bukan hal asing, karena metode ini sudah digunakan oleh banyak orang sejak lama. Yaitu mengirimnya melalui Pos.
Bagaimana caranya para peneliti ini mengirim sperma melalui Pos? Mereka tetap membekukan sperma tersebut. Lalu menempatkan sperma beku-kering itu pada selembar plastik di kertas timbang. Kemudian memasukannya ke dalam amplop tertutup. Dengan cara inilah para peneliti dapat mengirimkan sampel sperma itu melalui Pos.
Perlu diketahui, pemilihan lembaran plastik bukanlah cara yang aman bagi sperma. Meskipun lembaran ini tidak dapat pecah, ternyata lembaran plastik itu beracun bagi sperma. Akhirnya para peneliti pun menguji berbagai macam bahan untuk digunakan, termasuk diantaranya kertas saring dan lembaran vinil, tetapi tetap saja gagal. Pilihan berikutnya jatuh pada kertas timbang, dan berhasil. Kertas timbang menjadi pilihan terbaik. Sampel sperma yang beku-kering tetap layak bahkan setelah diambil.
Baca Juga: Invasi Tikus Mengambil Alih Pulau di Polinesia, Pelestari Bersiasat
Dilansir oleh Techexplorist.com, Daiyu Ito penulis pertama dari Universitas Yamanashi di Jepang ini mengatakan, “Ketika saya mengembangkan metode ini untuk mengawetkan sperma tikus dengan mengeringkannya di atas selembar kertas, saya pikir itu harusnya dapat dikirim melalui pos, dan begitu juga ketika keturunannya lahir setelah dikirim, saya sangat terkesan."
Dia melanjutkan, "Strategi surat pos ini lebih mudah dan murah dibandingkan dengan metode lainnya. Kami pikir sperma tidak pernah menyangka bahwa hari itu akan tiba ketika mereka berada di kotak surat.”
Hasil kajian Daiyu Ito tentang metode ini telah diterbitkan dalam Jurnal iScience pada 5 Agustus 2021 yang berjudul ‘Mailing viable mouse freeze-dried spermatozoa on postcards’.
Baca Juga: Tikus Kerdil Cina Punya Mata Buta, tapi Bisa 'Melihat' Pakai Telinga
Source | : | techexplorist.com |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR