Penutup kepala ini khas dari Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Bahannya terbuat dari kain tenun berbentuk persegi empat yang luasnya sekitar 40 sentimeter dengan paduan benang warna-warni.
Pemakaiannya cukup sederhana, dengan membagi dua hingga membentuk segitiga untuk diikatkan ke kepala. Selanjutnya, benang diujung kain yang merupakan tali pengikat harus dibalutkan ke depan kepala sampai habis.
"Segitiga itu bermakna melambangkan sebuah gunung adalah sumber dari makhluk hidup di Bumi ini. Jong digunakan sejak turun temurun dan sering digunakan pada acara ritual antara lain: 1. Maulid adat bayan; 2. Ritual menumbuk padi; 3. Ritual mencuci beras di saat kami ingin melaksanakan ritual adat," papar Sarbini Wati yang mengenalkan jong.
Agar kuat tidak lembek berdiri di kepala, jong bisa ditambahkan kertas manila dalam lipatan segitiga sebelum dikenakan.
Baca Juga: Kisah Perempuan: Menelisik Ketangguhan Perempuan Aceh di Masa Lalu
Ada tiga jenis tatupung sebagai penutup kepala perempuan Dayak Maanyan, yakni tatupung balik, tatupung rebe, dan tatupung bahuru. Tatupung balik bertujuan untuk mempercantik dan merapihkan penampilan perempuan saat acara adat seperti kematian dan hajatan.
Tatupung rebe lebih digunakan untuk melindungi kepala perempuan dari serangan terik matahari. Jenis tatupung ini biasa digunakan untuk kegiatan menanam, menumbuk, hingga memanen padi, yang dapat melingungi kepala, wajah, punggu, hingga kaki.
Baca Juga: Perempuan Nusantara dalam Lingkungan Patriarki Hindia Belanda
Sama dengan tatupung rebe, tatupung bahuruk biasanya digunakan untuk melindungi kepala. Biasanya tatupung ini digunakan oleh perempuan yang bekerja di perkebunan seperti karet, sehingga fungsinya lebih melindungi diri dari percikan getah, dan membawa benda berat di kepala.
"Secara kesluruhan, apabila perempuan Dayak menggunakan tatupung itu sudah siap bekerja dan membantu aktivitas masyarakat adat Maanyan. Artinya yang menutup wajah sampai punggung itu adalah sifat yang harus pantang mundur," Mama Endek dari Kalimantan Tengah menjelaskan.
Baca Juga: Dampak Bencana dan Perubahan Iklim terhadap Kaum Perempuan Sejagad
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR