Nationalgeographic.co.id—Sebelum berlaga di ajang Piala Dunia 1938 di Prancis, tim Hindia Belanda berangkat menggunakan kapal laut Baluran. Mereka meninggalkan Pelabuhan Tanjung Priok pada 27 April 1938, dan tiba di pelabuhan Genoa di Italia, sebulan kemudian, demikian laporan surat kabar mingguan yang terbit di Batavia, Java Bode. Tim Hindia Belanda terdiri atas pemain dari Jawa, Maluku, Tionghoa, Indo-Belanda, serta pelatihnya yang asal Belanda.
Dikutip situs Java Post, rombongan Achmad Nawir dan kawan-kawan ini kemudian menuju Belanda dengan mengendarai kereta api. "Disambut hujan gerimis serta ratusan penggemarnya, mereka tiba di stasiun Den Haag pada18 Mei," tulis situs tersebut. Beberapa ratus orang penggemar disebutkan menyambut kedatangan mereka dengan teriakan yel-yel.
Menginap selama sekitar stau bulan di Hotek Duinoord, di Kota Wassenaar, tim Hindia Belanda menggelar sejumlah laga persahabatan antara lain melawan klub asal Den Haag (skor akhir 2-2) dan klub Haarlem (5-3).
Di awal Juni, rombongan ini berangkat ke Prancis, empat hari menjelang pertandingan hidup-mati melawan tim kuat Hungaria. Pertandingan ini berakhir dengan kekalahan tim Hindia Belanda, namun pujian tetap datang dari harian-harian Eropa.
Usai dikalahkan Hungaria, mereka kembali ke Belanda, dan menggelar laga persahabatan dengan timnas Belanda di Stadion Olimpiade, Amsterdam, pada 26 Juni 1938. Hasil akhirnya? Jangan kaget, 9-2 untuk timnas Belanda!
Akhirnya, setelah tiga bulan berada di Eropa, mereka melakukan perjalanan pulang pada 1 Juli, dalam perjalanan selama tiga pekan, sebelum akhirnya berlabuh kembali di Tanjung Priok. Tim Hindia Belanda adalah negara Asia pertama yang tampil di Piala Dunia 1938 di Prancis, tetapi gaya permainan serta seluk-beluk tim sepak bola ini tidak banyak tercatat dalam sejarah.
Baca Juga: Sebelum PSSI, NIVB Jadi Federasi Sepak Bola Pertama di Indonesia
Hasilnya, seperti tercatat dalam sejarah, tim sepakbola Hindia Belanda (sekarang adalah Indonesia) dicukur 6-0 (4-0) oleh tim Hungaria – sekali bertanding dan kalah. Kejadian ini terjadi pada Piala Dunia 1938 di Prancis, yang saat itu memang menggunakan sistem gugur.
Saya tidak membaca langsung berita itu. Laporan pandangan mata itu disadur sebuah buku sejarah Piala Dunia, terbitan London, Inggris, sekian tahun lalu. Editor buku ini memperoleh datanya sebagian besar dari surat kabar The Times, serta koran lainnya—termasuk L’Equipe.
Tapi, apa istimewanya berita itu? Menurut saya, berita itu mengandung informasi yang relatif baru. Apa pasal? Karena informasi tentang "gaya permainan tim Hindia Belanda" itu belum pernah dipublikasikan oleh media-media yang terbit di Indonesia, setahu saya.
Sejauh ini nyaris tidak ada catatan tertulis seperti apa isi pertandingan yang digelar di Stadion Reims, Prancis, 5 Juni 1938, kecuali laporan-laporan yang hanya menyoroti nama-nama pemain—yang terdiri dari suku Jawa, Maluku, Tionghoa, Indo-Belanda, serta pelatihnya yang asal Belanda, Johannes Christoffel van Mastenbroek.
Laporan-laporan media di Indonesia juga semata menyebutkan bahwa keberangkatan tim ini didukung NIVU, Nederlandcshe Indische Voetbal Unie –organisasi sepakbola di bawah naungan pemerintah kolonial Belanda, tetapi tidak "direstui" PSSI. PSSI yang didirikan delapan tahun sebelumnya (1930), dilaporkan tidak mengirimkan para pemainnya. FIFA sendiri lebih mengakui NIVU ketimbang PSSI.
Walaupun akhirnya mengatasnamakan NIVU, toh kehadiran Tim Hindia Belanda pada ajang Piala Dunia 1938, akhirnya dicatat sebagai kehadiran pertama kalinya wakil dari benua Asia.
Semula Jepang yang ditunjuk, namun karena kendala transportasi, negara itu mengundurkan diri. Hindia Belanda akhirnya menggantikannya—tanpa melalui ajang kualifikasi piala dunia, yang seperti dipraktekkan sekarang.
Kapten tim seorang dokter
Dalam buku sejarah piala dunia terbitan London itu, disebutkan bahwa para pemain Hindia Belanda, didominasi para pelajar. “Kapten timnya adalah seorang dokter, yang menggunakan kacamata,” ujar wartawan The Times, saat meliput pertandingan itu.
Baca Juga: An Nasher Hingga Assyabaab, Eksistensi Arab dalam Sepak Bola Nasional
Informasi ini berbeda dengan laporan yang sudah lama sebelumnya, yang menyebutkan mereka adalah para pegawai yang bekerja untuk pemerintah kolonial. Disebutkan pula, sebagian besar para pemain berukuran tubuh pendek (“Bien trop petits,” kata reporter koran Prancis, yang dikutip The Times). Meski tergolong pendek, imbuhnya, para pemain depan Hindia jago menggocek bola.
"Gaya menggiring bola pemain depan Tim Hindia Belanda, sungguh brilian…,” begitulah laporan koran Prancis, L’Equipe, edisi 6 Juni 1938.
Setelah mengalahkan tim Hindia Belanda, Hungaria akhirnya melaju sampai babak final. Namun Hungaria ditundukkan Italia 2-4. Tim Hungaria kala itu diperkuat bintang-bintang pada zamannya, seperti Gyorgy Sarosi, Gyula Zsengeller. Dua orang itu kemudian masuk daftar tiga besar pencetak gol tersubur dalam piala dunia 1938.
Dilaporkan oleh beberapa koran ternama di Eropa mengenai pertandingan tim Hindia Belanda (sekarang Indonesia) melawan Hungaria di Piala Dunia 1938. Hindia Belanda awalnya tidak turut dalam perhelatan akbar sepak bola itu. namun karena Jepang yang ditunjuk sebagai wakil Asia tidak bisa hadir, maka Hindia Belanda menggantikan.
Laga tim Hindia Belanda-Hungaria digelar 5 Juni 1938, pukul 5 sore waktu setempat, di Stadion Velodorme, di kota Reims, Prancis – sekarang stadion itu diubah menjadi Stadion Auguste Delaune. Pertandingan ini dipimpin wasit asal Perancis, Roger Conrie, serta dua orang hakim garis Carl Weingartner (Jerman) dan Charles Adolphe Delasalle (Prancis).
Disaksikan sekitar 9.000 orang penonton (menurut catatan resmi FIFA), tim Hungaria menggunakan kostim serba putih, sementara lawannya menggunakan kaos oranye, celana pendek putih dan kaus kaki biru muda.
Bermain terbuka
Menghadapi tim sekuat Hungaria, apakah tim Hindia Belanda memilih bermain bertahan? Pertanyaan ini mungkin ada di benak Anda. Namun menurut wartawan olah raga Belanda, CJ Goorhoff, yang meliput langsung laga di Stadion Rheims, di babak pertama, Achmad Nawir dan kawan-kawan kurang bisa mengembangkan permainan.
"Namun di babak kedua," demikian laporan Goorhoff, "permainan tim Hindia Belanda jauh lebih baik. Mereka bermain terbuka dan berani menyerang." Usai laga, masih menurut Goorhoff, pemain timnas Hungaria sekaligus salah-satu bintangnya, Gyorgy Sarosi (yang mencetak gol dalam laga ini) mengaku "pertandingan melawan Hindia Belanda, agak berat."
Baca Juga: Seluk Beluk Cerita Kehidupan Para Nyai di Zaman Hindia Belanda
"Dia mengaku tidak menyangka mendapat perlawanan dari tim Hindia Belanda. Banyak kejutan," ungkap Goorhof, mengutip keterangan Sarosi. "Kemampuan mereka menyundul bola, beberapa kali mementahkan umpan ke Sarosi dan Toldi, dua pemain depan Hungaria."
Kemudian, Sarosi menyebut sejumlah pemain Hindia Belanda yang disebutnya bermain bagus, yaitu Sutan Anwar, Hans Taihuttu, Tjaak Pattiwael, serta Suwarte Soedarmadjie. "Kemampuan mereka menyundul bola, beberapa kali mementahkan umpan ke Sarosi dan Toldi, dua pemain depan Hungaria," ungkap Goorhoff.
Kiper Hindia Belanda, Mo Heng Tan, yang kelahiran 28 Februari 1913, menurut Goorhoff, awalnya tampil kurang percaya diri. "Tapi selanjutnya dia bermain bagus, dan beberapa kali berhasil menyelamatkan gawangnya dari kebobolan."
Mirip kurcaci
Dalam laporannya, Goorhooff menyebutkan pula bahwa tim Hungaria banyak memainkan bola-bola atas, karena rata-rata pemain Indonesia bertubuh pendek. "Rata-rata tinggi mereka sekitar 160 sentimeter, sementara pemain Hungaria berperawakan tinggi besar," lapornya.
Sejumlah laporan juga menyebutkan, lantaran perbedaan postur tubuh antara kedua tim yang begitu mencolok, Walikota Reims menjuluki Tim Hindia Belanda "mirip kurcaci". "Saya seperti melihat 22 pesepakbola Hungaria dikerubuti 11 kurcaci," katanya berkelakar.
Sejumlah catatan menunjukkan, para pemain Hindia Belanda, sebagian besar berusia sekitar 25 tahun. Mereka kelahiran antara tahun 1912 dan 1916. Hanya seorang yang kelahiran 1909, yaitu Hans Taihuttu (pemain depan asal klub VIOS Batavia).
Adapun berat badan mereka berkisar antara 65 kilogram sampai 70 kilogram, sedang pemain tertinggi tercatat 178 sentimeter yaitu pemain tengah Frans Meeng (klub VIOS Batavia). "Mereka menarik perhatian dan simpati penonton, karena pemain Hindia Belanda begitu sopan, seperti memberi hormat kepada penonton," ungkapnya.
Menurut catatan resmi FIFA, para pemain Hindia Belanda sebagian besar berusia sekitar 25 tahun. Mereka kelahiran antara tahun 1912 dan 1916. Hanya seorang yang kelahiran 1909, yaitu Hans Taihuttu (pemain depan asal klub VIOS Batavia).
Baca Juga: Kartu Pos Potret Kehidupan Jawa: Pesan Hindia Belanda ke Penjuru Dunia
Setelah pesta Piala Dunia 1938 berakhir, kemana pergi para pemain itu? Tidak ada catatan yang menunjukkan kiprah mereka selanjutnya, utamanya ketika Belanda harus angkat kaki ketika Indonesia merdeka. "Tidak jelas kemana mereka," demikian laporan situs yang dikelola di Belanda, Java Post, dalam artikel berjudul Een historische voetbalreis, yang diunggah 23 Maret 2012 lalu.
Hanya saja, demikian situs ini menyebutkan, kiper Mo Heng Tan sempat lulus seleksi untuk memperkuat tim Indonesia dalam laga persahabatan melawan klub dari Singapura pada 1951.
Kisah tragis dialami pemain tengah Frans Alfred Meeng. Menurut situs Java Post, pemain kelahiran 1910 ini ikut tenggelam bersama kapal Jepang Junyo Maru yang ditenggelamkan oleh kapal selam Inggris pada 18 September 1944. Kapal kargo yang mengangkut para romusha dan tawanan tenggelam di perairan Sumatra.
Artikel ini pernah terbit pada September 2013.
Baca Juga: Pedofilia Semasa Hindia Belanda yang Sering Disamakan Homoseksual
Skuad Hindia Belanda di Piala Dunia 1938—Tim Hindia Belanda terdiri dari pemain dari Jawa, Maluku, Tionghoa, Indo-Belanda, serta pelatihnya yang asal Belanda.
Kiper: Tan "Bing" Mo Heng (HCTNH Malang), Jack Samuels (Hercules Batavia)
Belakang: Dorst, J. Harting Houdt Braaf Stand (HBS Soerabaja), Frans G. Hu Kon (Sparta Bandung), Teilherber (Djocoja Djogjakarta).
Tengah: G.H.V.L. Faulhaber (Djocoja Djogjakarta), Frans Alfred Meeng (SVBB Batavia), Achmad Nawir (HBS Soerabaja), Anwar Sutan (VIOS Batavia), G. van den Burgh (SVV Semarang).
Depan: Tan Hong Djien (Tiong Hoa Soerabaja), Tan See Han (HBS Soerabaja), Isaac "Tjaak" Pattiwael (VV Jong Ambon Tjimahi), Suvarte Soedarmadji (HBS Soerabaja), M.J. Hans Taihuttu Voetbal Vereniging (VV Jong Ambon Tjimahi), R. Telwe (HBS Soerabaja), Herman Zomers (Hercules Batavia).
Pelatih: Johannes Mastenbroek (Belanda).
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR