Nationalgeographic.co.id—Pada awal abad ke-20, nama Pasuruan telah ditulis dengan tinta emas dalam sejarah gula Hindia Belanda—bahkan dunia. Kota ini pun melegenda.
Lima belas tahun setelah berakhirnya dera Cultuur Stelsel. Suatu hari, seorang inspektur kepala pertanian zaman Hindia Belanda bernama Dr. IHF Sollewijn Gelpke tengah serius menuangkan gagasan pada lembaran-lembaran kertas di meja kerjanya. Suatu awal perubahan besar dalam sejarah perkebunan tebu di Jawa dan dunia sedang disiapkan. Pasuruan menjadi takdirnya.
Kami meniti sebuah bilangan di pemukiman lama di tengah Kota Pasuruan. Tibalah di sisi depan sebuah gedung dengan dekorasi kaca dalam bingkai busur dan susunan batu granit di sekeliling dindingnya. Di bagian teras samping terlihat deretan bola-bola lampu cantik masih berfungsi sebagai penerang. Ini adalah sebuah gedung yang dibangun kembali di penghujung dekade 1940-an menggantikan gedung lama yang dibakar massa saat Agresi Militer pertama.
Ketika zaman pemerintahan Hindia Belanda, gedung ini adalah kantor ”Proefstation voor de Java-suikerindustrie” atau Stasiun Penelitian untuk Industri Gula di Jawa. Kini peninggalan kolonial ini masih mempunyai fungsi yang sama, namun dengan label baru tentunya, yaitu Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).
Sayangnya, sebagian bangunan lama sudah dihancurkan untuk pembangunan gedung P3GI pada 1977. Lembaga P3GI merupakan institusi penelitian gula tertua di dunia yang berlokasi di Jalan Pahlawan 25 Pasuruan, Jawa Timur.
Berkat perannya di masa lalu, kini lembaga tersebut menjadi markah sejarah bagi Kota Pasuruan dan dunia. Mengapa kota kecil Pasuran ini sampai dikenal dunia?
Baca Juga: Gila Gula dan Kebijakan Pengurangan Gula dalam Setiap Makanan Kemasan
Bermula dari artikel Gelpke yang dimuat selama empat hari berturut-turut di harian De Locomotief pada Maret 1885. Dia mencurahkan rasa prihatin terhadap permasalahan industri gula dan mendesak didirikannya lembaga penelitian gula di Jawa.
Sejak saat itu beberapa lembaga penelitian gula pun bermunculan, Proefstation Het Midden Java (Semarang, 1885), Proefstation Suikerret in West-Java (Tegal, 1886), dan Proefstation Oost-Java (Pasuruan, 1887).
Kegelisahan hati Gelpke tentang industri gula memang beralasan. Kira-kira awal 1880-an industri gula di Tanah Jawa sempat geger. Pertama, produksi gula dunia melebihi tingkat konsumsinya. Artinya akan ada pembatasan produksi. Kedua, daya saing rendah karena kualitas gula tebu Jawa masih di bawah standar dan diperparah dengan mewabahnya hama Sereh (Androgon schoenanthus).
Baca Juga: Singkap Jejak Kediaman Sang Mayor yang Meraja Gula di Surabaya
Tebu yang terserang hama tersebut cirinya terdapat tutul-tutul pada daun, batang tumbuh pendek. Bahkan daun melipat memanjang, mengerdil, dan menyempit, sehingga mirip tanaman sereh. Lengkaplah sudah masalah tebu kala itu.
SETELAH LIMA TAHUN Proefstation Oost-Java di Pasuruan berkiprah, banyak penelitian yang melaporkan secara deskriptif hama-hama tebu yang berjangkit di Jawa. Dr. JH Wakker, seorang direktur lembaga tersebut pada periode 1892-97 memulai program penyilangan tanaman tebu secara konvensional.
Sebuah varietas perdana yang diharapkan tahan terhadap hama Sereh dilahirkan dengan kode POJ 100. Kode ”POJ” merujuk pada produk lembaga riset "Proefstation Oost-Java".
Pada 1907, atas pertimbangan keuangan, cakupan wilayah dan sinkronisasi program, maka Proefstation Suikerret in West-Java dan Proefstation Oost-Java digabung menjadi Proefstation voor de Java-suikerindustrie yang berkantor tetap di Pasuruan. Tujuan lembaga ini adalah memberikan bantuan dan saran dengan cakupan yang lebih luas kepada industri gula Hindia Belanda, bersifat organisasi non-profit yang dibiayai oleh kontribusi anggotanya.
Setelah empat puluh tahun dalam cengkraman wabah sereh, akhirnya ”Proefstation voor de Java-suikerindustrie” Pasuruan berhasil menemukan klon tebu baru berkode POJ 2878 pada 1921. Sebuah kesuksesan besar untuk industri gula di Jawa dan negara-negara penghasil gula di dunia. Varietas ini tidak hanya tahan terhadap serangan hama Sereh, melainkan juga punya tingkat produktifitas lebih tinggi dibandingkan temuan sebelumnya.
Keunggulan lain, ”Si Wonder Cane” ini dinilai baik sebagai tanaman induk (parent material). Pada akhir 1920-an, hampir 200 ribu hektare perkebunan tebu di Jawa menggunakan variatas baru ini.
Tahun-tahun berikutnya varietas POJ 2878 asal Pasuruan ini telah menyebar ke perkebunan tebu di penjuru dunia. Sebuah catatan melaporkan, klon tebu asal Pasuruan ini mulai diperkenalkan di Karibia dan Lousiana pada 1924 yang menyelamatkan industri gula mereka dari serangan hama Sereh.
Pada 1930-33 varietas POJ 2878 telah bersemai di sisi barat laut Amerika Selatan, Columbia. Sampai hari ini perkebunan-perkebunan tebu Columbia masih mengadopsi hasil pemuliaan tebu asal Pasuruan.
Di belahan bumi yang lain, hasil pemuliaan POJ banyak pula diadopsi oleh negara-negara penghasil gula, sebagai contoh pada 1935 di Vietnam. Negara tersebut mulai menggunakan hasil pemuliaan tebu POJ 3016 yang kala itu mampu menghasilkan 18 ton gula per hektare.
Di sinilah untaian asal-usul tanaman tebu yang telah dikembangkan di dunia berasal. Pasuruan memang kota kecil yang punya kenangan semanis tebu bagi dunia, juga kota yang mulia berkat pemuliaan tanaman tebunya. Namun, kini ukiran namanya dalam kaleidoskop sejarah Indonesia telah dilupakan orang. Pasuruan, kapan kau mengguncang dunia lagi?
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR