Jika Jakarta adalah jantung Pulau Jawa, jalan Pantai Utara Jawa (Pantura) adalah aorta alias arteri utama.
Pantura menghubungkan ratusan kota di utara Jawa, menjadi tempat jutaan kendaraan lalu lalang membawa logistik, dagangan, dan penumpang. Sejumlah percabangan muncul dari Pantura menuju kota-kota di tengah dan selatan Jawa.
Menjelang Lebaran, Pantura selalu menjadi pembicaraan, mulai dari "proyek abadi" perbaikan jalan menjelang Idul Fitri hingga kasus kecelakaan. Bagaimana tidak? Proyek perbaikan jalan di Pantura tahun 2013 lalu saja menelan dana lebih dari Rp 1 triliun. Sementara jumlah kecelakaan mencapai lebih dari 200 kasus sepanjang arus mudik-balik Lebaran 2013.
Tim Kompas.com menyusuri jalur Pantura untuk memotret persiapan menjelang arus mudik Lebaran 2014. Selain perbaikan jalan, tim juga memotret kemacetan serta sejumlah titik menarik yang bisa dikunjungi bila para pemudik melewati jalur yang sebagian telah dibangun ratusan tahun lalu di masa Daendels. Istimewaanya, tim Kompas.com memotret dari udara dengan drone.
Bertolak dari Yogyakarta, tempat mengakhiri susur jalur mudik selatan, tim Kompas.com menuju Semarang. Tim melewati sejumlah kota di antara Yogyakarta dan Semarang seperti Magelang dan Ambarawa. Jalur Yogyakarta-Semarang kini padat. Waktu tempuh yang dahulu hanya 3 jam kini bisa mencapai 5 jam.
Sejumlah perbaikan jalan dijumpai, diantaranya di wilayah Gemawan, Kecamatan Jambu, Ambarawa serta di daerah Langensari, Ungaran. Jalan yang menghubungkan Yogyakarta dan Semarang cukup sempit di beberapa daerah sehingga potensi kemacetan pada saat arus mudik dan balik tetap ada.
Bila melewati jalur ini, tak ada salahnya sedikit berputar dan mengunjungi Taman Wisata Air Umbul Sidomukti yang terletak di Bandungan, Kabupaten Semarang. Di tempat itu, ada kolam renang yang letaknya tertinggi, yakni 1.200 meter di atas permukaan laut. Berkunjung ke Taman Air ini hanya memakan biaya Rp 20.000 per orang.
Di Umbul Sidomukti, pengunjung bisa menyaksikan panorama Gunung Merbabu, Ungaran, Andong, dan Telomoyo. Selain bisa berenang dengan air pegunungan nan menyegarkan, pengunjung juga dapat mencoba kegiatan outbound seperti Flying Fox atau Marine Bridge, melangkah dan terombang-ambing di ketinggian.
Sampai di Semarang, drone DJI Phantom 2+ yang dibawa tim Kompas.com pun beraksi. Tim menyuguhkan foto dari udara pertama dua titik menarik di Semarang, Kota lama dengan ikon Gereja Blendhuk serta bangunan yang dikenal angker, Lawang Sewu, dan bundaran yang ada di depannya.
Dari Semarang, tim Kompas.com menuju Demak, kota para wali. Jalur Demak terkesan biasa saja. Namun, dengan drone, panorama sekitar jalur tersebut tertangkap. Pemukiman padat penduduk hingga laut yang berada tak jauh dari jalan raya tampak. Kondisi jalan cukup bagus dan siap dilalui para pemudik.
Kembali ke Jakarta, tim Kompas.com melewati lagi Semarang, Batang, Pekalongan, Tegal, Cirebon, dan Cikampek. Kondisi jalan antara Semarang hingga Tegal cukup bagus. Perbaikan jalan dijumpai di wilayah perbatasan Brebes dan Tegal, tepatnya di Kaligangsa. Tempat ini rawan kecelakaan sehingga para pemudik harus berhati-hati ketika melewatinya.
Tim Kompas.com mengabadikan sejumlah titik menarik dengan drone. Salah satunya adalah Alas Roban, wilayah yang dikenal angker. Kini, Alas Roban sudah ramai. Namun, penerangan jalan masih terbatas dehingga tetap mesti waspada ketika lewat pada malam hari.
Nuansa yang tertangkap dari Pantura adalah perikanan. Di Jalan Raya Kluwut, Bulakamba, Brebes, nuansa perikanan bisa dilihat dari jalan raya. Perahu nelayan berjejer di sungai. Menarik, sebab menurut warga, jalan antara jalan raya dengan alut sebenarnya masih sekitar 3 kilometer.
Masuk Jawa Barat, Kompas.com memotret tol Kanci dan Simpang Jomin. Wilayah Simpang Jomin cukup padat sehingga tetap berpotensi menjadi titik kemacetan pada saat mudik.
Citra Pantura sebagai jalanan yang padat, macet, dan berdebu tampaknya belum akan hilang tahun ini. Apalagi bila makin banyak pemudik yang memakai kendaraan pribadi.
Ingin melihat hasil perjalanan memotret jalur aorta Pulau Jawa itu? Saksikanlah dalam video berikut.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR