Sebuah vaksin ebola yang diujicobakan pada monyet ternyata berhasil membuat hewan tersebut kebal terhadap virus ebola. Keberhasilan uji coba ini memunculkan dukungan dan persetujuan untuk uji coba pada manusia.
Suntikan vaksin itu memberi perlindungan jangka pendek dan panjang bagi simpanse dan monyet terhadap virus mematikan tersebut. Hasil riset disampaikan para peneliti dalam jurnal Nature Medicine yang dipublikasikan Senin (8/9).
Hewan yang disuntik vaksin disebutkan memiliki imunitas terhadap virus ebola.
Institut Nasional Amerika Serikat untuk Penyakit Infeksi dan Alergi (NIAID) paa 28 Agustus 2014 mengumumkan uji coba kepada manusia akan dimulai awal September ini—menyusul keberhasilan vaksin ebola yang telah diujicobakan pada monyet.
Hasil uji coba terhadap manusia ini diharapkan dapat segera diketahui, pada akhir tahun ini. Penulis penelitian menyatakan, jika vaksin ini disetujui, vaksin ini sangat berguna bagi penduduk yang berada di negara berisiko tinggi untuk mengatasi wabah ebola yang kini belum dapat dikendalikan.
Menurut WHO, tim peneliti tersebut mengklaim sebagai piahak pertama yang mendemonstrasikan vaksin dengan perlindungan jangka panjang melawan virus ebola. Wabah terakhir virus ini menewaskan 1.841 orang dari 3.685 kasus yang tercatat di Guinea, Liberia, dan Sierra Leone.
Di Nigeria tercatat 21 kasus lain dengan tujuh orang tewas akibat virus yang sama. Upaya penanggulangan di Nigeria cukup berat karena tak memiliki pusat perawatan yang memadai.
!break!Nancy Sullivan dari Pusat Riset Vaksin NIAID memimpin tim yang mengembangkan vaksin berdasar tipe virus simpanse yang dijuluki ChAd3. Virus ini digunakan sebagai pembawa atau vektor untuk mengirim bagian DNA ebola ke dalam sel manusia.
Material genetik tak menular, tetapi menstimulasi sel-sel penerima vaksin untuk mengenali ebola dan meningkatkan respons imun terhadap virus ebola.
Dari Addis Ababa, Etiopia, dilaporkan para pemimpin Uni Afrika melakukan pertemuan darurat, Senin, untuk menuntaskan strategi mengatasi wabah ebola di Afrika Barat.
Kepala Komisi Uni Afrika Nkosazana Dlamini-Zuma menyatakan, upaya membasmi ebola ini harus dilakukan secara hati-hati dan tak menimbukan situasi panas karena kebijakan isolasi tersebut, serta menimbulkan stigmatisasi pada korban, masyarakat, negara.
Dlamini-Zuma menyampaikan hal ini di hadapan Dewan Eksekutif Uni Afrika yang beranggotakan 54 lembaga. Pertemuan tersebut mendesakkan pentingnya respons kolektif masyarakat Afrika yang komprehensif dan bersatu mengatasi wabah ebola.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR